JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahakamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menyampaikan bahwa hakim selalu dituntut untuk independen. Bahkan untuk menjaga independensinya, hakim tidak intens saling bicara.
Adapun pembicaraan sesama hakim MK terjadi dalam rapat, misalnya rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk memutus suatu perkara.
Oleh karena itu, adanya persoalan etik yang menjerat Hakim Konstitusi Patrialis Akbar, merupakan masalah personal.
"Jadi tergantung orangnya, tergantung hakimnya," ujar Arief di gedung MK, Jakarta, Jumat (27/1/2017).
(Baca: MK Membebastugaskan Patrialis sebagai Hakim Konstitusi)
Merespons penangkapan terhadap hakim Patrialis Akbar oleh KPK, Arief mengatakan, dirinya sempat berdiskusi dengan tujuh hakim MK lainnya.
Kemudian, semua hakim konstitusi sepakat agar tidak ada yang harus mundur dari jabatannya.
Namun justru sebaliknya, lanjut Arief, seluruh hakim yang tersisa saat ini harus menunjukkan kinerja positif agar publik tidak lagi meragukan integritas MK.
"Ada peristiwa ini saya juga berkonsultasi dengan teman teman hakim semuanya, 'bagaimana ini?'. Kami jalan terus, Kami harus memulihkan kepercayaan masyarakat Indonesia kembali tanpa harus ada yang mundur baik saya sendiri maupun para hakim berdelapan, karena kami tidak memiliki kesalahan apa-apa," ujarnya.
(Baca: Patrialis Tertangkap, Kesan MK Tak Pro Pemberantasan Korupsi Menguat)
Patrialis ditangkap dalam operasi tangkap tangan, Rabu (25/1/2017). Patrialis ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap sebesar sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.
Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.
Perkara gugatan yang dimaksud yakni, uji materi nomor 129/puu/XII/2015. Pengujian tersebut terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.