Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teka-teki Pertemuan Jokowi-Antasari dan Berkas Pembunuhan Nasrudin

Kompas.com - 27/01/2017, 10:13 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lima orang berkemeja batik berjalan santai memasuki Kompleks Istana Presiden, Kamis (26/1/2017) pukul 14.50 WIB. Pengamatan awak media tertuju pada seorang berkemeja krem motif cokelat yang berada di tengah. Antasari Azhar.

Kedatangan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut ingin menemui Presiden Joko Widodo. Antasari hendak berterima kasih atas grasi yang telah ia terima.

"(Saya ingin mengucapkan) Terima kasih atas grasi yang sudah diberikan Beliau. Itu saja," ujar Antasari dengan mantab.

Antasari adalah terdakwa perkara pembunuhan bos PT Putra Rajawali Bantaran, Nasrudin Zulkarnain. Ia divonis 18 tahun penjara kurungan pada 2009.

Segala upaya bandingnya gagal hingga akhirnya Presiden mengeluarkan grasi pada 23 Januari 2017 dan dinyatakan bebas murni. Meski demikian, Antasari tetap ingin mencari keadilan.

(Baca: Antasari: Ssssst...)

Ada hal-hal dalam perkaranya yang dirasa belum tuntas di mana aktor intelektualis perkara yang dituduhkan kepada dirinya belum terungkap.

Sebagai pintu masuk menelusuri hal itu, Antasari melaporkan dua perkara ke Polda Metro Jaya, 2011 silam. Laporan dibuat saat menjalani dua tahun masa tahanan.

Pertama, perkara dugaan penyalahgunaan informasi teknologi melalui pesan singkat (SMS). Kedua, laporan mengenai dugaan saksi palsu yang mengaku melihat SMS itu.

Terkait laporan pertama, salah satu saksi ahli bidang IT dalam persidangan Antasari bernama Dr Ir Agung Harsoyo mengatakan, pesan singkat berisi ancaman kepada Nasrudin hanya seolah-olah berasal dari ponsel Antasari.

Saksi ahli mengatakan, hal itu diduga kuat dikirim melalui jaringan lain menggunakan perangkat teknologi tersendiri.

(Baca: Antasari Persilakan Polda Metro Jaya Periksa Kembali Berkas Perkaranya)

Antasari pun melaporkan saksi yang mengaku melihat SMS ancaman itu atas dugaan memberikan kesaksian palsu di persidangan.

Hingga 2016 ini, laporan tersebut belum dicabut, bahkan juga belum ditindaklanjuti oleh Polda Metro Jaya. Ketika ditanya apakah kedatangannya ke Istana sekaligus dalam rangka memohon ke Presiden Jokowi supaya laporannya ditindaklanjuti, Antasari menampiknya.

"Oh enggak, enggak, enggak," lanjut dia sembari melenggang masuk ke ruang tunggu tamu Presiden.

Antasari baru memasuki Istana Merdeka sekitar pukul 15.15 WIB. Pertemuan yang dinanti-nanti itu berlangsung tertutup.

Sssstt...

Tepat pukul 16.50 WIB, Antasari keluar Istana Merdeka. Dia menghampiri wartawan dan seakan bersiap mengumumkan sesuatu. Namun, bukan soal pertemuannya dengan Jokowi yang ingin dia sampaikan.

"Sejak tadi malam saya sudah menghadapi rekan-rekan anda (wartawan), jadi saya batuk. Jadi sekarang ini ssstt saja," ujar Antasari yang kemudian melenggang ke arah mobil.

Saat mengatakan, "ssstt", kedua jari telunjuknya ditempelkan ke mulutnya. Wartawan sontak mengerumuninya dam memberondong dengan sejumlah pertanyaan. Namun, Antasari memilih untuk menjawab sekenanya saja.

Misalnya, saat wartawan menanyakan apakah ia berharap Polisi membuka kembali perkara yang melibatkan dirinya. Jawaban Antasari, "Mau tau saja".

Saat wartawan bertanya apakah Antasari tidak diperkenankan berbicara di depan media oleh Presiden Jokowi, ia juga menjawab seadanya.

"Enggak boleh (ngomong) gimana? Ini saya ngomong," ujar dia.

Antasari berusaha keluar dari awak media yang mengerumuni sekelilingnya. Ia sempat berputar-putar mencari jalan keluar dari kerumunan selama sekitar satu menit.

Tidak berhasil menembus sisi kiri, ia menerobos ke kerumunan sisi kanan. Tak tembus juga, ia sempat berbalik badan dan memutari awak media hingga akhirnya ia sampai ke mobilnya.

Setelah duduk di dalam mobil, ia tetap menutup kaca pintu. Kaca baru dibuka setelah wartawan memintanya. Namun, sampai mobil Pajero Sport hitam berpelat nomor B 1707 CJC bertolak dari parkiran Istana, Antasari tetap bungkam soal pertemuannya dengan Presiden.

Pihak Istana juga enggan memberikan keterangan soal pertemuan Presiden dan Antasari. Topik pembicaraan keduanya pun menjadi teka-teki.

Kejar polisi

Kepada Kompas.com melalui sambungan telpon, Kamis malam, Antasari juga enggan berbicara banyak soal pertemuannya dengan Presiden. Ia lebih memilih berkomentar soal rencana Polda Metro Jaya menindaklanjuti dua laporannya yang sempat dia layangkan, 2011 silam.

"Silakan saja. Itu kan memang kewenangan mereka. Ya jangan kejar saya, kejar mereka (polisi)," ujar Antasari.

"Saya kan sudah melaporkan tuh, soal SMS dan peluru, tolong diselesaikan saja," lanjut dia.

Bahkan, selain soal SMS dan peluru, banyak kejanggalan yang terjadi dalam proses perkaranya dan mesti diusut tuntas.

"Salah satunya baju korban itu ke mana? Cari dong," ujar dia.

Penuntasan perkaranya, akan menguak siapa sebenarnya dalang pembunuhan Nasrudin Zulkarnain.

Kepala Polda Metro Jaya Irjen (Pol) M. Iriawan mengatakan, pihaknya menindaklanjuti laporan Antasari itu. Namun, Iriawan akan membuka-buka kembali berkas perkara Antasari terlebih dahulu.

Fabian Januarius Kuwado/KOMPAS.com Seorang polisi berpakaian kemeja putih tampak membawa dokumen tebal mirip berkas perkara ke Istana Presiden, Kamis (26/1/2017). Sampul depan dokumen itu tercetak foto Antasari Azhar.
Berkas perkara dibahas bersama Presiden?

Pukul 15.20 WIB, lima menit setelah Antasari masuk ke ruang tunggu, lima orang paruh baya berjalan keluar Istana Presiden. Ada yang mengenakan kemeja putih biasa, ada pula yang mengenakan seragam Polri.

Mereka diketahui merupakan para mantan penyidik Polda Metro Jaya yang menjebloskan Antasari ke penjara. Satu orang di antaranya yang mengenakan kemeja putih bercelana krem tampak membawa dokumen berjilid tebal. Hampir sejengkal tebalnya.

Buku bersampul merah dengan foto Antasari Azhar itu diapit di antara lengan dan pinggangnya. Di atas foto Antasari itu tercetak lambang Polda Metro Jaya. Dari rupanya, dokumen itu nampak seperti berkas perkara. Kelimanya sempat berfoto dengan latar belakang Istana, lalu berjalan keluar Istana melalui pintu dekat Kementerian Sekretariat Negara.

(Baca: Polda Metro Jaya Akan Buka Kembali Kasus Antasari Azhar)

Tidak beberapa lama kemudian, Kapolda Metro Jaya Irjen (Pol) M. Iriawan menyusul keluar Istana. Ia mengaku, usai dipanggil Presiden. Namun, ia membantah pertemuannya dengan Presiden membahas seputar perkara Antasari yang belum tuntas.

"Enggak. Enggak bicarain (perkara Antasari). (Presiden) nanya situasi Ibu Kota. Kan saya termasuk bawahan beliau. Ya ngobrol saja, bagaimana situasi, alhamdulilah aman, tertib dan lancar," ujar Iriawan.

Ditanya mengapa sejumlah mantan penyidik Antasari juga ikut mendatangi Istana, Iriawan menegaskan, kedatangan mereka tidak ada kaitannya dengan perkara Antasari.

"Oh enggak ada, pas (mereka) nganter saja. Enggak ada kaitannya," ujar dia sembari menutup pintu mobil.

Iriawan pun keluar dari Istana. Iriawan merupakan mantan Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada 2009 silam.

Saat itu, Iriawan lah yang menyidik perkara Antasari. Fakta mantan penyidik Antasari yang membawa berkas perkara Antasari ke Istana juga menjadi teka-teki.

Kompas TV Antasari Azhar Datangi Lapas Untuk Mengurus Pembebasannya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com