JAKARTA, KOMPAS.com — "Jarimu harimaumu". Peribahasa yang semula berbunyi "mulutmu harimaumu" itu belakangan dipelesetkan untuk memperingatkan para netizen agar berhati-hati dalam menggunakan media sosial, apalagi bagi netizen yang merupakan pejabat publik yang mempunyai ratusan ribu follower.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, misalnya, yang memiliki 359.000 follower, pada Selasa (24/1/2017) kemarin mengeluarkan kicauan yang memancing kritik dan protes dari banyak pihak.
"Anak bangsa mengemis menjadi babu di negeri orang dan pekerja asing merajalela," begitu bunyi kicauan Fahri yang diunggah di akun @Fahrihamzah, Selasa subuh, pukul 04.14 WIB.
Banyak netizen yang menganggap kicauan itu merendahkan profesi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Salah satu yang melayangkan kritik keras adalah Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri.
(Baca: TKI di Hongkong Tuntut Fahri Hamzah Minta Maaf atas Kicauan di Twitter)
Hanif yang juga pernah menjadi rekan sekantor Fahri di DPR itu menceritakan bahwa ibunya adalah TKI. Namun, ia menegaskan bahwa ibunya adalah wanita terhormat dan tidak pernah mengemis.
"Sy anak babu. Ibu sy bekerja mjd TKI scr terhormat. Tdk mengemis, tdk sakiti org, tdk curi uang rakyat. Saya bangga pd Ibu. #MaafkanFahriBu," tulis Menaker lewat akun Twitter-nya @hanifdhakiri.
Hingga Selasa malam, kicauan Hanif itu sudah di-retweet sebanyak 2.456 kali dan disukai 1.250 kali.
Saya tidak menghina profesi orang; buruh, kuli, jongos atau apapun semuanya halal dan mulia.
— Fahri Hamzah (@Fahrihamzah) January 24, 2017
Tangkapan gambar atau screenshoot kicauan Menaker tersebut, yang disandingkan dengan kicauan Fahri Hamzah, juga menjadi viral di dunia maya.
Reaksi juga datang dari TKI di Hongkong. Koalisi 55, Organisasi Buruh Migran Indonesia di Hongkong yang tergabung dalam Lingkaran Aku Cinta Indonesia (LACI), mengecam kicauan Fahri.
Ketua LACI Nur Halimah menganggap kicauan Fahri telah melecehkan martabat para pekerja Indonesia di luar negeri. LACI, kata Nur, menuntut Fahri meminta maaf.
"Tahukah Bapak bahwa pernyataan Bapak telah merendahkan martabat dan harga diri kami, para 'pahlawan devisa' yang menyumbangkan remitansi sebesar 7,4 miliar dollar AS atau Rp 97,5 triliun untuk memutar roda perekonomian Indonesia," ujar Nur dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa malam.
Mengkritik pemerintah
Fahri mengaku tak bermaksud menyinggung perasaan siapa pun lewat kicauannya itu. Fahri menjelaskan, kicauannya sebetulnya tak berdiri sendiri, melainkan tengah fokus mengkritik pemerintah atas situasi dan kondisi terkini. Fahri menilai, saat ini pemerintah kehilangan prioritas untuk ditangani.
"Prioritas kita ini saya tunjukkan bahwa hutan kita dibabat orang, pipa-pipa baja kita disedot negeri orang. Padahal, warga kita mengemis meminta kerja menjadi pakai istilah babu. Sebenarnya, istilah ini enggak ada. Sementara pekerja asing kita biarkan merajalela. Concern saya adalah prioritas," kata Fahri.