"Dengan demikian, alasan penggunaan teknologi informasi dalam pemilu seperti e-voting bukan karena infrastrukturnya sudah siap. Kalau infrastruktur siap dan dilaksanakan dan lantas merusak kualitas pelaksanaan pemilu, jadinya percuma," kata Ramlan, saat dihubungi, Kamis (12/1/2017) malam.
Ramlan menyebutkan, pada intinya, ada tiga jenis penerapan teknologi informasi dalam pemilu, yakni pemungutan suara elektronik (e-voting), penghitungan suara elektronik (e-counting), dan rekapitulasi suara elektronik.
Jika sejak awal suatu negara telah memutuskan menggunakan e-voting, maka proses ke depannya pasti menggunakan e-counting dan rekapitulasi elektronik.
Begitu pula ketika memilih e-counting, proses rekapitulasinya pasti menggunakan sistem elektronik juga.
Ramlan mengatakan, ketika memilih di antara ketiga teknologi tersebut, yang harus dikaji adalah kelemahan pelaksanaan pemilu ada di titik yang mana.
Di Indonesia, kata Ramlan, proses pemungutan dan penghitungan suara yang menggunakan sistem konvensional justru ia akui sebagai yang terbaik di dunia.
"Di Indonesia, justru pemungutan dan penghitungan suaranya masih manual dan disebut the best practice in the world. Itu tiada duanya di dunia," ujar Ramlan.
Ia mengatakan, proses pemungutan suara di Indonesia benar-benar dilakukan secara rahasia.
Begitu pula dalam penghitungan, prosesnya tak hanya disaksikan oleh panitia pemungutan suara, tetapi juga oleh saksi dari masyarakat.
Sementara itu, di banyak negara, seusai pemungutan, surat suara dibawa ke suatu tempat, lantas hanya dihitung oleh penyelenggara pemilu tanpa melibatkan masyarakat.
"Karena itu, menurut saya, kita enggak perlu pakai e-voting atau e-counting karena terbukti yang terbaik kualitasnya. Justru yang lebih dibutuhkan adalah rekapitulasi elektronik sebab di situ yang kerap terjadi kecurangan, berupa penggelembungan suara," papar Ramlan.
Indonesia, kata Ramlan, dikenal sebagai negara dengan proses rekapitulasi penghitungan suara terpanjang di dunia.
"Di negara lain, rekapitulasi hanya dilakukan di satu tempat. Selanjutnya, data langsung dimasukkan semua. Di Indonesia kan bertingkat-tingkat. Untuk pemilihan anggota DPR saja sampai lima tingkat. Di tiap tingkat itulah rawan terjadi penggelembungan atau jual beli suara," ujar Ramlan.
"Semestinya data dari TPS bisa langsung dimasukkan ke komputer atau dibawa ke satu tempat tertentu lalu dimasukkan secara bersama ke komputer sehingga memotong mata rantai kecurangan," lanjut dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.