Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Denny Indrayana
Guru Besar Hukum Tata Negara

Advokat Utama INTEGRITY Law Firm; Guru Besar Hukum Tata Negara; Associate Director CILIS, Melbourne University Law School

Pertarungan Syarat Menjadi Presiden

Kompas.com - 12/01/2017, 10:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Untuk itu, proses verifikasi badan hukum oleh Kemenkumham dan verifikasi parpol peserta pemilu oleh KPU akan menjadi kunci, dan tentunya perdebatan hangat lainnya di parlemen.

Kelima, syarat ambang batas presiden dihapuskan. Pilihan ini akan didukung oleh partai-partai kecil di DPR bersama-sama dengan partai-partai baru peserta pemilu.

Untuk opsi terakhir ini, salah satu keuntungannya adalah memungkinkan banyak capres dan munculnya tokoh alternatif yang mungkin tidak didukung oleh partai-partai utama.

Namun, kelemahannya adalah, tokoh populer yang tidak mendapatkan dukungan parpol itu, jika terpilih, akan menghadapi tentangan dan tantangan yang tentunya tidak mudah dari parlemen, dan karenanya berpotensi kesulitan menjaga efektivitas pemerintahannya.

Di antara lima opsi itu, saya berpendapat, yang lebih baik dan moderat adalah menerapkan syarat ambang batas berdasarkan parpol peserta pemilu lima tahun sebelumnya yang berhasil memperoleh kursi di DPR, atau opsi ketiga.

Memang, opsi ini akan menutup kemungkinan partai kecil yang tidak lolos parliamentary threshold ataupun partai baru untuk mengajukan capres. Namun, saya berpandangan, hal demikian adalah wajar.

Bagaimanapun, parpol yang akan mencalonkan presiden tetap harus menunjukkan level dukungan yang tidak rendah dari rakyat.

Parpol yang tidak lolos ambang batas kursi parlemen artinya tidak didukung oleh rakyat, dan pasti akan kesulitan untuk membela presiden yang mereka usulkan. Demikian pula partai yang baru ikut pemilu, sangat wajar untuk membuktikan bahwa mereka didukung rakyat sebelum berhak mengajukan pemimpin nasional.

Biasanya, usulan menghilangkan ambang batas akan dikampanyekan dengan cara yang menarik dan populer. Usulan ini akan menarik di tengah minimnya kepercayaan publik pada parpol. Namun, secara hukum, dalam sejarahnya, putusan MK tidak pernah membatalkan syarat ambang batas.

Mahkamah selalu memutuskan bahwa ambang batas presiden (presidential threshold), ambang batas kursi parlemen (parliamentary threshold), ambang batas peserta pileg (electoral threshold), dan ambang batas pilkada (local leaders threshold) tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Saya setuju dengan itu. Bagaimanapun dalam setiap kompetisi harus ada aturan main.

Tanpa ambang batas kursi parlemen, kita akan terus kesulitan untuk menyederhanakan sistem kepartaian dan akan terus terjebak dengan sistem multipartai.

Demikian pula, tanpa ambang batas presiden yang tepat, kita akan terjebak dengan sistem presiden yang tidak efektif karena tidak mendapatkan dukungan mayoritas politik di DPR (political support), meskipun mungkin saja mendapatkan dukungan pemilih yang mayoritas (electoral support).

Akhirnya, mari kita kawal proses legislasi UU kepemiluan di DPR, termasuk mengenai ambang batas syarat presiden agar proses dan hasilnya makin menguatkan dan mematangkan demokrasi kita yang antikorupsi.

Keep on fighting for the better Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Nasional
Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Nasional
Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Nasional
14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com