Taraf hidup dan kesejahteraan
Pembangunan ekonomi haruslah bermuara pada peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, jika pemerintahan Presiden Jokowi meniatkan memulihkan dan meningkatkan perekonomian hingga 2019, sasaran strategis dan arah kebijakan harus dirumuskan dengan baik.
Tentunya yang dikejar bukanlah hanya pembangunan yang serba benda, misalnya infrastruktur fisik. Pembangunan berkelanjutan abad ke-21 mencakup pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial (equity), dan pemeliharaan lingkungan. Karena itu, sejak awal perlu ditetapkan perimbangan yang tepat di dalam mengalokasikan sumber daya pembangunan.
Contohnya, anggaran untuk infrastruktur tidaklah boleh meniadakan anggaran untuk pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pengurangan kemiskinan.
Kalau hal itu dapat dicapai, dalam keadaan sesulit apa pun, masyarakat tidak akan ”memberontak” karena mereka merasa tidak ditinggalkan.
Ketimpangan sosial-ekonomi juga tidak akan menjadi-jadi. Prioritas untuk membangun sumber daya manusia, termasuk penguasaan teknologi dan inovasi juga diperlukan, karena human capital yang andal inilah yang akan menjadi motor penggerak pembangunan jangka panjang.
Sebagai seorang yang pernah bertugas selama tujuh tahun di jajaran pemerintahan sebelumnya dan hampir lima tahun menjadi pejabat senior di Bank Dunia, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati adalah sosok yang tepat untuk membantu Presiden Jokowi dalam menentukan kebijakan dasar ekonomi ke depan, sejiwa dengan green economy dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang kini dianut bangsa-bangsa sedunia.
Elemen dan dimensi kehidupan bangsa tentulah bukan hanya berkaitan dengan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Diperlukan pula ruang yang cukup bagi rakyat untuk berekspresi dan ikut serta dalam menentukan nasib dan masa depannya.
Indonesia 2017 dan ke depannya haruslah memastikan bahwa baik ekonomi maupun demokrasi terus tumbuh dan mekar. Dahulu, pada era Orde Lama dan era Orde Baru kita seolah harus memilih, ekonomi atau demokrasi. Saya harus mengatakan bahwa mitos itu telah kita patahkan.
Pada era Reformasi, utamanya 10 tahun ketika saya dan kawan-kawan diberikan amanah untuk mengelola kehidupan bangsa, ekonomi dan demokrasi kita tumbuh secara bergandengan.
Meskipun di sana-sini masih ada persoalan, ekonomi kita tumbuh rata-rata sekitar 6 persen dan termasuk peringkat atas di antara sesama anggota G-20.
Sejarah juga membuktikan, pertumbuhan itu kita capai tanpa harus meminggirkan hak politik dan demokrasi. Adalah benar bahwa kebebasan dan penggunaan HAM tak boleh absolut dan melampaui batas dan adalah benar pula jika untuk kepentingan umum negara dan pemerintah melakukan pembatasan-pembatasan, tetapi bagaimanapun nilai-nilai demokrasi harus tetap hidup.
Yang paling merugi adalah ketika demokrasi tidak hidup, ekonomi dan kesejahteraan rakyat pun tidak didapatkan.
Saya yakin kita bisa mewujudkan dua sasaran kembar itu. Saya amat tahu, di pihak Presiden Jokowi banyak pencinta dan pejuang demokrasi dan HAM. Dengan senang hati pastilah mereka ingin bersama-sama Presiden kita menghidupkan demokrasi di negeri ini.
Dunia dan kawasan kita akan tetap dinamis. Demikian pula keadaan dalam negeri sendiri. Namun, kita harus menjadi bangsa pemenang dan bukan bangsa yang kalah. Untuk itu, diperlukan sikap dan tindakan yang adaptif dan antisipatif, di atas nilai, prinsip, dan kerangka bernegara yang kita anut.
Mari kita doakan agar Presiden Jokowi senantiasa diberikan bimbingan oleh Allah SWT, Tuhan yang mahakuasa, agar senantiasa sukses dalam memimpin kita semua, menuju Indonesia yang lebih maju, adil, rukun dan damai, demokratis dan sejahtera.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.