Oleh J KRISTANTO S PR
Seorang bapak tua yang gelisah di antrean tempat praktik dokter didekati perawat. ”Bapak mau mengganti perban?”
”Iya, Mbak,” sahutnya sambil melihat jam tangan. ”Saya ingin menemani istri saya makan siang di panti jompo. Sudah lima tahun terakhir ini ia tidak mengenali saya lagi.”
”Sudah tidak kenal Bapak, kok, masih mau menemani?” kata perawat itu.
Sambil menepuk punggung tangan si perawat, bapak itu berkata, ”Betul, dia tidak mengenali saya, tetapi saya, kan, masih mengenalinya sebagai istri saya!”
Cinta memang bukan sekadar fisik dan perasaan romantis. Cinta juga bukan pemahaman. Cinta adalah pengalaman: merasakan mencintai dan dicintai. Mungkin sang istri tidak mengenali suaminya lagi, tetapi mungkin ia ”merasakan” kehadiran dan kesetiaan suaminya.
Itulah kasih sejati. Kita menerima dan mencintai seseorang bukan hanya saat dia mengenali kita. Bukan hanya saat dia sadar, cantik, gagah, atau kaya. Kita mencintai karena kita sadar bahwa kita memang mencintainya, titik.
Natal adalah peristiwa cinta: Allah turun ke dunia masuk ke dalam hiruk-pikuk kehidupan kita, manusia. Allah yang cinta dan berbela rasa pada kehidupan manusia semestinya mendorong kita berbuat sama.
Begitulah Pesan Natal Bersama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dengan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Tahun 2016.
Dengar hati dan budi
Kita bersyukur sedikit demi sedikit kerja pemerintah mulai memberi harapan, terlebih soal keadilan dan kesejahteraan. Memang belum merata karena Indonesia adalah negara besar dengan penduduk yang majemuk pula.
Keragaman bisa menjadi kekuatan, tetapi sekaligus rentan menjadi kekisruhan, terutama jika ada kesenjangan sosial dan tidak ada transparansi, kepercayaan, serta kejujuran.
Natal kita rayakan untuk memperingati kelahiran Yesus Kristus di Bethlehem. Dalam kisah Natal, kehadiran orang- orang majus dari Timur disalah mengerti oleh Herodes.
Ketika Herodes mendengar kata-kata ”raja” dan ”kami datang untuk menyembahnya”, ia merasa disaingi. Walau belum tahu sepenuhnya siapa Dia itu, Herodes ketakutan dan terbakar hatinya.
Sama seperti Herodes, suatu masalah yang tidak dihadapi dengan hati yang hening dan budi yang bening bisa memunculkan suatu ketidakjujuran, pembodohan, hingga keputusan fatal.