JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap perusahaan teknologi informasi asal Amerika Serikat, Google, segera merampungkan urusan pajak di Indonesia.
Google, beberapa waktu lalu diterpa isu miring, setelah Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu menyatakan perusahaan tersebut enggan diperiksa.
“Mudah-mudahan bisa diselesaikan dengan baik,” kata Kalla di Kantor Wapres, Jumat (23/12/2016).
Menurut Wapres, tak hanya di Indonesia Google menghadapi persoalan pajak, melainkan juga dengan sejumlah negara lain seperti Irlandia dan China.
(Baca: Menkominfo Dukung Ditjen Pajak Kejar Google, tetapi Tak Akan Blokir)
Meski begitu, bukan perkara mudah pula menghitung berapa besaran pajak yang harus diselesaikan Google.
“Karena memang dunia maya, bagaimana caranya,” ujarnya.
Pemerintah, diakui Wapres, cukup dilematis. Sebab, bukan perkara mudah bagi pemerintah untuk memberikan sanksi ke perusahaan tersebut.
“Anda pasti marah (bila Google disanksi) (karena) tidak bisa cari tahu sesuatu juga. Jadi, yang kita harus bayar iklannya. Iklannya dari Indonesia harus bayar, nah inilah yang jadi hitung-hitungannya,” kata dia.
(Baca: Sri Mulyani Minta Google "Fair" Bayar Pajak di Indonesia)
Sebelumnya, pada Kamis (15/9/2016), raksasa mesin pencari itu dikabarkan menolak pemeriksaan yang akan dilakukan oleh Ditjen Pajak.
Tidak diketahui alasan penolakan tersebut. Tahap selanjutnya, ada kemungkinan Ditjen Pajak akan melakukan penyelidikan lebih dalam karena terindikasi ada pelanggaran pajak. Penyelidikan paling cepat dilakukan pada akhir September.
"Kami akan meningkatkan tahapan ke investigasi karena mereka menolak diperiksa. Ini merupakan indikasi adanya tindak pidana," ujar Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Hanif.
Masalah pajak ini memang sudah menjadi perhatian pemerintah sejak beberapa tahun belakangan.
(Baca: Kasus Pajak Google dan Facebook di Indonesia, Apa Bedanya?)
Google Indonesia dianggap tidak membayar pajak, salah satunya karena belum menjadi badan usaha tetap (BUT).
Dengan kata lain, Google Indonesia belum menjadi wajib pajak. Keberadaannya di Indonesia hanya sebagai kantor perwakilan sehingga transaksi bisnis yang terjadi di Tanah Air tidak berpengaruh ke pendapatan negara.
Padahal, transaksi bisnis periklanan di dunia digital (yang merupakan ladang usaha Google) pada tahun 2015 saja mencapai 850 juta dollar AS atau sekitar 11,6 triliun.
Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, 70 persen dari nilai itu didominasi perusahaan internet global (OTT) yang beroperasi di Indonesia, termasuk Google.
Indonesia bukan satu-satunya negara yang tengah mengincar Google agar patuh terhadap kewajiban pajak.
Setidaknya, ada tiga negara lain yang sedang menguber-uber Google agar membayar pajaknya, yakni Inggris, Perancis, dan Italia.
(Baca: Kantor Google Digerebek dan Disegel Polisi)
Di samping Google, perusahaan OTT asing lain yang tengah disorot oleh Pemerintah Indonesia soal pajak ini ialah Yahoo, Facebook, dan Twitter.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.