JAKARTA, KOMPAS.com - PDI Perjuangan meminta pemerintah tak hanya menggunakan upaya hukum atau yudisial untuk menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu. Selain proses hukum, opsi nonyudisial juga perlu dibuka.
Hal tersebut disampaikan Ketua Bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan DPP PDI-P Trimedya Panjaitan dalam acara peluncuran buku "Dua Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, Menegakkan Keadilan dan Kebhinekaan" di Jakarta, Rabu (14/12/2016).
Trimedya mengatakan, penyelesaian kasus HAM dengan cara nonyudisial juga perlu dipertimbangkan karena kenyataan selama ini antara penyelidik Komnas HAM dan penyidik Kejaksaan mengalami hambatan yuridis, terutama menyangkut pemenuhan alat bukti yang cukup.
"Terdapat kesulitan untuk terpenuhinya standar pembuktian sebagaimana dimaksud dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," ucap Trimedya.
(baca: Ketua DPP PDI-P: 10 Tahun SBY Tak Berhasil Selesaikan Kasus HAM Masa Lalu)
Bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan DPP PDI-P mencatat, baru sedikit kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu yang disidangkan.
Antara lain Kasus Tanjung Priok 1984 dan Kasus Timor Timor yang disidangkan melalui Pengadilan HAM Ad hoc, dan Kasus Abepura, Papua di Pengadilan HAM.
Sejumlah kasus masa lalu lain, hasil penyelidikannya belum ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung.
Kasus itu antara lain: Kasus Trisakti, Tragedi Mei 1998, Semanggi I dan II, Penghilangan Aktivis 1998-1999, Peristiwa 1965-1966, dan Penembakan Misterius 1982-1985.
(baca: Pemerintah Pastikan Tuntaskan Kasus HAM di Indonesia)
Oleh karena itu, penyelesaian nonyudisial ini harus dikaji dan dipertimbangkan secara mendalam dengan mempertimbangan kepentingan nasional dan semangat kebangsaan.
Namun, Trimedya mengingatkan agar penyelesaian dengan cara nonyudisial ini dilakukan dengan mempertimbangkan, antara lain, tidak ada nuansa saling salah menyalahkan, tidak lagi menyulut kebenciaan atau dendam.
Selain itu, tergambar kesungguhan pemerintah untuk menyelesaikan tragedi tersebut.
Pemerintah sebelumnya sudah menggunakan jalur non yudisial. Namun, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menegaskan, upaya penyelesaian kasus HAM melalui jalur non-yudisial yang sedang digagas pemerintah saat ini hanya diterapkan untuk Tragedi 1965.
Pemerintah belum memutuskan model penyelesaian yudisial atau non-yudisial atas kasus pelanggaran HAM lainnya.
"Penyelesaian secara non-yudisial itu konteksnya dalam kasus peristiwa 1965. Untuk kasus yang lain, ya sabar," ujar Wiranto saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2016).