JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia memenangkan gugatan arbitrase internasional di Majelis Tribunal International Centre for Settlement of Investmen Dispute (ICSID), Selasa (6/12/2016).
Pemerintah memenangkan gugatan senilai 1,31 miliar Dollar AS atau setara Rp 17 triliun yang dilayangkan dua perusahaan tambang asal Inggris, Churcill Mining Plc dan perusahaan tambang asal Australia, Planet Mining Pty Ltd.
Dalam putusannya, Majelis Tribunal ICSID menolak semua gugatan yang dilayangkan Churcill dan Planet terhadap pemerintah Indonesia.
Penolakan itu lantaran 34 dokumen milik kedua perusahaan tambang itu dipastikan palsu atau dipalsukan guna memperoleh perizinan pertambangan di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengaku senang dengan adanya putusan Majelis Tribunal ICSID.
Yasonna mengatakan, ini merupakan kemenangan pertama Indonesia dalam gugatan arbitrase internasional, di mana Indonesia juga mendapatkan dana kompensasi.
"Atas kerja keras, 6 Desember kita memenangkan gugatan ini. Ini pertama kalinya kita memenangkan sidang arbitrase dan mendapat dana kompensasi," ujar Yasonna di Kantor Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Kamis (8/12/2016).
Yasonna menuturkan, Indonesia menerima dana kompensasi sebesar 8,6 juta Dollar AS atau sebesar 75 persen dari total keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan pemerintah sebagai.
Di samping itu, para penggugat juga dibebankan mengganti sejumlah biaya yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia untuk biaya administrasi sebesar 800.000 Dollar AS.
"Ini barangkali satu prestasi. Ini kita memenangkan dan kita dapat kompensasi dari penggugat," tutur Yasonna.
Menurut Yasonna, putusan ini akan menjadi sinyal kuat bagi para investor agar beritikad baik dalam menanamkan sahamnya di Indonesia.
Perusahaan asing tak bisa lagi memanfaatkan kelemahan hukum yang ada di Indonesia untuk mencari keuntungan.
Sebab, pemerintah saat ini serius menjaga iklim investasi yang sehat di Indonesia. "Ini barangkali akan membuat satu sinyal kepada dunia internasional, investor asing supaya masuk ke indonesia dengan itikad baik. Menghargai investasi di Indonesia," ujar Yasonna.
Sebelumnya, Churcill dan Planet mendaftarkan gugatannya ke ICSID pada tanggal 22 Juni 2012 dan 26 Desember 2012 berdasarkan perjanjian investasi bilateral Indonesia-Inggris dan Indonesia-Australia.
Keduanya menggugat pemerintah Indonesia dengan dasar serangkaian tindakan yang berujung pada ekspropriasi tidak langsung dan perlakuan tidak adil dan seimbang.
Mereka merasa investasinya di Indonesia dirugikan karena empat Kuasa Pertambangan/Izin Usaha Pertambangan (KP/IUP) Eksploitasi keduanya dicabut oleh Bupati Kutai Timur pada 4 Mei 2010.
Empat IUP itu dicabut Pemerintah Kabupaten Kutai Timur karena terindikasi palsu berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006-2008.
Selain itu, empat konsesi tersebut merupakan hutan produksi sehingga harus ada izin dari Menteri Kehutanan. Menteri Kehutanan ternyata tidak pernah mengeluarkan izin.
Sebagai informasi, Churchill Mining Plc mulai mengeksplorasi batu bara sejak 2008. Perusahaan ini masuk ke Kalimantan, mengakuisisi 75 persen perusahaan lokal bernama Ridlatama Group.
Diperkirakan ada cadangan batu bara sebesar 2,73 miliar ton. Dengan cadangan ini potensi penghasilan 700 juta Dollar AS sampai 1 miliar Dollar AS per tahun dalam 20 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.