JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan, hingga saat ini Polri belum mendapatkan kesepakatan soal niatan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar aksi unjuk rasa pada Jumat (2/12/2016).
KSPI bersikukuh menggelar aksi di sekitar Jalan Medan Merdeka Barat yang nantinya akan ditutup untuk kepentingan aksi damai di Monas.
"Sejauh ini yang unsur KSPI masih dikomunikasikan agar bisa memilih hari lain," ujar Boy di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (1/12/2016).
"Sampai sore ini masih berjalan proses negosiasinya," kata dia.
Polri menawarkan hari lain untuk menggelar aksi unjuk rasa karena hari itu fokus untuk pengamanan aksi di Monas yang digagas Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia.
Jika dimungkinkan, malam ini akan ada kesepakatan antara Polri dan KSPI.
"Namanya kita berusaha kasih pemahaman. Kalau tidak salah maunya di depan Monas," kata Boy.
Boy memastikan aksi yang berlangsung di sekitar Monas hanya aksi damai dengan cara gelar sajadah, doa bersama, dan shalat Jumat. Di luar itu bukan merupakan tanggungjawab GNPF MUI.
Jika ada aksi lain yang digelar di sekitar lokasi itu, maka Polri akan melakukan upaya pengamanan.
"Kita melakukan pendekatan persuasif dan preventif dalam pelayanan pengamanan unjuk rasa. Protapnya sudah ada," kata Boy.
Polri sebelumnya mengimbau agar para buruh melakukan aksi unjuk rasa pada hari yang lain. Hal tersebut dikarenakan polisi terkonsentrasi untuk pengamanan aksi damai yang digagas GNPF MUI.
KSPI berencana melakukan Mogok Nasional dalam bentuk unjuk rasa di 20 provinsi dan 250 kabupaten/kota.
(Baca juga: Sekjen KSPI: Tak Ada Kepentingan Politik di Balik Demo Buruh yang Kritik Ahok)
Presiden KSPI Said Iqbal mengklaim aksi tersebut akan melibatkan hampir satu juta buruh di Indonesia.
Menurut dia, lebih dari 200 ribu buruh di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Karawang akan berunjuk rasa di depan Istana dengan titik kumpul di bundaran Hotel Indonesia (HI).
Sisanya dilakukan di kawasan industri dan kantor gubernur masing-masing. Tuntutan dalam aksi Mogok Nasional tersebut yakni meminta pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, menaikkan Upah Minimum Provinsi/Upah Minimum Kota (UMP/UMK) sebanyak 15 sampai 20 persen.
Mereka juga meminta polisi memenjarakan Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama.