Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei "Kompas": Pungli di Antara Perbaikan Birokrasi

Kompas.com - 01/11/2016, 09:33 WIB

Tabiat buruk kalangan birokrat pemerintahan yang sejak lama dikeluhkan masyarakat biasanya berawal dari ketidakpastian waktu layanan.

Meskipun lebih transparan dalam pembiayaan, ketidakjelasan waktu yang masih ada membuat peluang munculnya biaya lain di luar biaya resmi untuk mempercepat penyelesaian.

Sepertiga lebih bagian responden (38,5 persen) mengaku masih selalu atau sesekali dipungut biaya di luar tarif resmi oleh pegawai pemerintah daerah (pemda) saat mereka mengurus surat-surat atau dokumen yang dibutuhkan.

Sebanyak 44,0 persen responden bahkan merasa perilaku aparat pemerintah yang melakukan pungli berlangsung cukup lama.

Berdasarkan data Ombudsman RI, dari total pengaduan masyarakat sebanyak 6.859 sepanjang 2015, mayoritas merupakan laporan mengenai buruknya pelayanan pemda.

Kasus pungli yang menyeret sejumlah pegawai level atas dan bawah di Kementerian Perhubungan terkait perizinan kapal beberapa waktu lalu juga menunjukkan perilaku negatif yang tak mengenal level jabatan.

Selain transparansi tarif layanan, publik juga butuh transparansi aturan resmi terkait waktu pengurusan pembuatan dokumen atau surat-surat.

Pemerintah tampaknya perlu lebih menyosialisasikan peraturan-peraturan itu sekaligus menyediakan saluran pengaduan masyarakat jika terjadi hal-hal di luar yang ditetapkan.

Dengan demikian, segala penyimpangan yang ada akan mudah dimonitor di tingkat pemerintah dan juga melalui partisipasi masyarakat.

Perilaku diskriminatif selama ini masih menjadi cap buruk bagi sebagian aparat pelayan publik.

Dari hasil studi mengenai kinerja aparat layanan publik, budaya negatif yang masih melingkupi pejabat di antaranya kelambatan layanan dan birokratis, diskriminatif, hingga pungutan di luar biaya resmi (Abas & Triandyani, 2001).

Perilaku lain yang juga diidentifikasi dari aparat adalah sikap yang cenderung tidak acuh terhadap keluhan masyarakat.

Survei yang dilakukan belum lama oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) menunjukkan, lebih dari 60 persen ASN hanya berkemampuan administrasi.

Artinya, profesionalitas mereka masih berada di level paling dasar dan belum memiliki keahlian tertentu yang dibutuhkan untuk melayani masyarakat.

ASN jadi impian

Walaupun ada tuduhan negatif, profesi menjadi ASN masih menjadi impian sebagian besar orang.

Hal tersebut tecermin dari jawaban mayoritas responden survei (70,3 persen) yang mengaku akan mendorong kerabat atau keluarganya jadi ASN jika memang memungkinkan.

Lebih dari separuh responden (55 persen) merasa profesi sebagai pegawai pemerintah merupakan hal yang membanggakan.

Sayangnya, dorongan besar dan kebanggaan menjadi ASN membuat perekrutan kerap diwarnai aksi suap.

Sebagian besar responden (63,2 persen) menjawab, hingga saat ini penerimaan ASN di daerahnya masih memakai uang pelicin atau suap untuk melancarkan penerimaan pegawai.

Tentu, proses merekrut pegawai yang memakai suap atau uang pelicin itu akan menghasilkan aparat birokrasi yang tak berorientasi pelayanan prima.

Sebaliknya, pelayanan mereka justru menjadi bagian dari usaha untuk mengapitalisasi modal yang pernah dikeluarkan.

Tiap tahun, jumlah pekerja yang berminat menjadi ASN mencapai jutaan orang meski kebutuhannya jauh di bawahnya.

Bahkan, pemerintah saat ini menerapkan moratorium pengangkatan ASN. Jumlah ASN di Indonesia saat ini tercatat sekitar 4 juta orang dengan rasio di tiap daerah yang tak merata.

Apa pun, profesi ASN semestinya menjadi garda depan wajah pemerintah. Jika integritas mental dan profesionalitasnya masih terbelakang, cita-cita mewujudkan pemerintahan yang bersih dan integritas berkelas dunia tampaknya masih jauh dari harapan. (PALUPI PANCA ASTUTI/Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

Nasional
Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Nasional
Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Nasional
Kasus 'Ilegal Fishing' 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Kasus "Ilegal Fishing" 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Nasional
Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Nasional
Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Nasional
BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Nasional
Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Nasional
PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

Nasional
Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Nasional
Polri Tangkap 3 Tersangka 'Ilegal Fishing' Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Polri Tangkap 3 Tersangka "Ilegal Fishing" Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Nasional
PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com