Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei "Kompas": Pungli di Antara Perbaikan Birokrasi

Kompas.com - 01/11/2016, 09:33 WIB

Perbaikan kinerja aparatur sipil negara selama dua tahun kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla menunjuk ke arah yang positif.

Secara umum, publik mengapresiasi perbaikan kualitas layanan ASN di berbagai sektor. Namun, praktik pungutan liar dalam birokrasi dan masyarakat tetap terpantau tinggi.

Pelayanan publik merupakan cerminan pelayanan negara kepada rakyat. Cita-cita mewujudkan pemerintahan kelas dunia dalam desain besar reformasi birokrasi terus diupayakan melalui layanan publik yang profesional, transparan, dan akuntabel.

Kini, sedikit demi sedikit, masyarakat mulai merasakan perbaikan layanan tersebut.

Hasil survei dua tahun Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla menggambarkan kepuasan responden terhadap sejumlah faktor di bidang pelayanan publik.

Kepada responden ditanyakan kondisi sejumlah perbaikan layanan publik di daerah masing-masing selain menilai kondisi secara nasional.

Sebanyak 63 persen responden mengaku puas dengan kinerja pegawai pemerintah dalam melayani masyarakat di lingkungan tempat tinggal mereka.

Dalam pengurusan dokumen yang dibutuhkan seperti KTP, kartu keluarga, akta kelahiran, misalnya, publik merasakan peningkatan kecepatan dan perbaikan keramahan proses pelayanan dari waktu sebelumnya.

Perilaku negatif aparat dalam melayani publik juga semakin berkurang. Sikap acuh tak acuh yang dulu sering ditemui masyarakat saat pengurusan dan berhadapan dengan pegawai instansi pemerintahan kini mulai berganti dengan layanan yang baik dan profesional.

Pujian ini dilontarkan oleh 76,6 persen responden survei yang menyatakan keramahan sikap pegawai saat melayani masyarakat.

Penilaian positif lainnya terkait kinerja aparat layanan publik diberikan dalam praktik transparansi yang ditunjukkan instansi pemerintahan.

Aspek transparansi dalam hal ini mengacu pada informasi biaya resmi pelayanan publik yang pada masa lalu jarang atau tidak terbuka untuk publik.

Separuh responden survei (61,1 persen) menganggap, saat ini transparansi biaya layanan publik sudah semakin banyak dipraktikkan di instansi pemerintah.

Sebanyak 6 dari 10 responden memberi nilai positif untuk citra aparatur sipil negara (ASN) sebagai ujung tombak pelayanan birokrasi.

Namun, memberantas perilaku negatif birokrasi tampaknya masih menemui ganjalan. Sejumlah sikap buruk aparat pemerintah terkait pungli saat melayani masyarakat sehari-hari masih kerap dijumpai.

Transparansi

Praktik pungli yang masih terjadi di antaranya uang suap dan pelicin mengindikasikan adanya tindakan korupsi.

Perilaku koruptif birokrat semestinya sudah berkurang sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) serta UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Kedua UU tersebut seharusnya menjadi panduan dalam pelayanan masyarakat. Namun, hingga hari ini, berbagai kebiasaan negatif masih melekat dalam birokrasi kita.

Tabiat buruk kalangan birokrat pemerintahan yang sejak lama dikeluhkan masyarakat biasanya berawal dari ketidakpastian waktu layanan.

Meskipun lebih transparan dalam pembiayaan, ketidakjelasan waktu yang masih ada membuat peluang munculnya biaya lain di luar biaya resmi untuk mempercepat penyelesaian.

Sepertiga lebih bagian responden (38,5 persen) mengaku masih selalu atau sesekali dipungut biaya di luar tarif resmi oleh pegawai pemerintah daerah (pemda) saat mereka mengurus surat-surat atau dokumen yang dibutuhkan.

Sebanyak 44,0 persen responden bahkan merasa perilaku aparat pemerintah yang melakukan pungli berlangsung cukup lama.

Berdasarkan data Ombudsman RI, dari total pengaduan masyarakat sebanyak 6.859 sepanjang 2015, mayoritas merupakan laporan mengenai buruknya pelayanan pemda.

Kasus pungli yang menyeret sejumlah pegawai level atas dan bawah di Kementerian Perhubungan terkait perizinan kapal beberapa waktu lalu juga menunjukkan perilaku negatif yang tak mengenal level jabatan.

Selain transparansi tarif layanan, publik juga butuh transparansi aturan resmi terkait waktu pengurusan pembuatan dokumen atau surat-surat.

Pemerintah tampaknya perlu lebih menyosialisasikan peraturan-peraturan itu sekaligus menyediakan saluran pengaduan masyarakat jika terjadi hal-hal di luar yang ditetapkan.

Dengan demikian, segala penyimpangan yang ada akan mudah dimonitor di tingkat pemerintah dan juga melalui partisipasi masyarakat.

Perilaku diskriminatif selama ini masih menjadi cap buruk bagi sebagian aparat pelayan publik.

Dari hasil studi mengenai kinerja aparat layanan publik, budaya negatif yang masih melingkupi pejabat di antaranya kelambatan layanan dan birokratis, diskriminatif, hingga pungutan di luar biaya resmi (Abas & Triandyani, 2001).

Perilaku lain yang juga diidentifikasi dari aparat adalah sikap yang cenderung tidak acuh terhadap keluhan masyarakat.

Survei yang dilakukan belum lama oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) menunjukkan, lebih dari 60 persen ASN hanya berkemampuan administrasi.

Artinya, profesionalitas mereka masih berada di level paling dasar dan belum memiliki keahlian tertentu yang dibutuhkan untuk melayani masyarakat.

ASN jadi impian

Walaupun ada tuduhan negatif, profesi menjadi ASN masih menjadi impian sebagian besar orang.

Hal tersebut tecermin dari jawaban mayoritas responden survei (70,3 persen) yang mengaku akan mendorong kerabat atau keluarganya jadi ASN jika memang memungkinkan.

Lebih dari separuh responden (55 persen) merasa profesi sebagai pegawai pemerintah merupakan hal yang membanggakan.

Sayangnya, dorongan besar dan kebanggaan menjadi ASN membuat perekrutan kerap diwarnai aksi suap.

Sebagian besar responden (63,2 persen) menjawab, hingga saat ini penerimaan ASN di daerahnya masih memakai uang pelicin atau suap untuk melancarkan penerimaan pegawai.

Tentu, proses merekrut pegawai yang memakai suap atau uang pelicin itu akan menghasilkan aparat birokrasi yang tak berorientasi pelayanan prima.

Sebaliknya, pelayanan mereka justru menjadi bagian dari usaha untuk mengapitalisasi modal yang pernah dikeluarkan.

Tiap tahun, jumlah pekerja yang berminat menjadi ASN mencapai jutaan orang meski kebutuhannya jauh di bawahnya.

Bahkan, pemerintah saat ini menerapkan moratorium pengangkatan ASN. Jumlah ASN di Indonesia saat ini tercatat sekitar 4 juta orang dengan rasio di tiap daerah yang tak merata.

Apa pun, profesi ASN semestinya menjadi garda depan wajah pemerintah. Jika integritas mental dan profesionalitasnya masih terbelakang, cita-cita mewujudkan pemerintahan yang bersih dan integritas berkelas dunia tampaknya masih jauh dari harapan. (PALUPI PANCA ASTUTI/Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Nasional
Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com