Menurut Arsul, jika parameternya tidak jelas dan sulit mencari bukti lebih lanjut, polisi tak usah buru-buru meningkatkan status ke penyidikan.
Ia mencontohkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki parameter jelas dalam meningkatkan status perkara ke tingkat penyidikan, yaitu ada tersangka dan mengantongi dua alat bukti yang cukup.
"Kesan saya, penyidik pada saat itu masih blur jadi langsung saja meningkatkan ke penyidikan. Ini yang bikin prasangka buruk bahwa penyidik kepolisian memanfaatkan kasus ini untuk hal-hal tidak terpuji," ujar Arsul.
Anggota Panja lainnya, Muhammad Syafii menyayangkan adanya kesalahan prosedural dalam penerbitan SP3 karhutla tersebut.
Padahal, kasus-kasus tersebut tergolong kakap yang tak hanya menyorot perhatian nasional, namun juga secara internasional.
"Peristiwa ini menurunkan kepercayaan dan membawa kita kembali ke belakang. Apa yang jadi landasan SP3 ini belum memiliki landasan hukum yang layak untuk dikeluarkan SP3. SP3 tidak atas hukum. Jadi harus dianulir," tuturnya.
Adapun Anggota Panja Masinton Pasaribu mengkritik polisi. Ia pun merekomendasikan agar pejabat yang menangani kasus-kasus tersebut dipecat dari institusi kepolisian.
(Baca: Panja Kebakaran Hutan Dapat Keterangan Beda dari Dua Mantan Kapolda soal SP3)
"Usul, dalam rekomendasi panja, pejabat yang menangani kasus ini saya usul dipecat. Karena ini sudah enggak benar. Model penanganan kasus ini mentolerir kejahatan berkali-kali. Sama saja dengan bandit," kata Masinton.
Panggil kembali pihak terkait
Meski menemukan kepastian ada kesalahan prosedur dalam penerbitan SP3 15 perusahaan tersangka karhutla, namun Panja belum menetapkan rekomendasi resmi.
Benny mengatakan, pihaknya akan kembali memanggil saksi dan ahli serta 15 perusahaan ke rapat panja. Jika perlu gelar perkara akan kembali dilakukan secara terbuka.
"Agar semua tahu dan Komisi III tidak dituduh. Makanya rapat ini dibuka, pertanggungjawaban siapa yang benar. Apa salahnya institusi sekali-sekali mengakui kesalahan kita perbaiki bersama. Kalau bersikukuh, kita gelar lagi saja," tutur Politisi Partai Demokrat itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.