JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia, Henny Supolo, menilai persoalan perzinaan, khususnya di kalangan remaja, menjadi tanggung jawab orangtua.
Hal itu disampaikan Henny menanggapi gugatan uji materi pasal 284 KUHP tentang perzinaan.
Henny menjadi saksi ahli dalam uji materi yang diajukan oleh Guru Besar Ketahanan Keluarga dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Euis Sunarti dan kawan-kawan.
Pemohon uji materi meminta Mahkamah Konstitusi (MK) memperluas makna zina dalam pasal tersebut. Sehingga, pelaku zina tidak hanya diartikan terbatas pada orang yang sudah menikah.
Menurut Henny, perluasan makna zina berimplikasi menjerat kalangan remaja yang berbuat zina. Di sisi lain, persoalan zina merupakan masalah moral.
Menurut Henny, seharusnya persoalan pendidikan moral remaja menjadi tanggung jawab orangtua.
"Merupakan tugas utama orangtua dan orang dewasa yaitu memberikan pengasuhan untuk anak kita yang akan menggantikan kita kelak," ujar Henny dalam persidangan yang di gelar di MK, Senin (17/10/2016).
Maka dari itu, menurut Henny, semestinya yang perlu dicermati adalah melihat kembali pola asuh orangtua terhadap anak-anaknya.
Memperluas makna zina yang berimplikasi menjerat kalangan remaja sebagai pelaku zina, menurut Henny, membuka celah bagi orangtua untuk melepas tanggung jawab dalam mendidik anak-anaknya.
"Pendekatan hukuman tanpa melihat kembali pola asuh merupakan jalan pintas, dan ini adalah cermin tindakan cuci tangan tanggung jawab kita sebagai orang tua untuk menyiapkan anak-anak menyongsong masa depan," kata Henny.
Sidang yang digelar hari ini merupakan sidang kesepuluh. Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan ahli pihak terkait, yakni Komnas Perempuan.
Dalam permohonannya, Euis dan kawan-kawan menilai ketentuan pada ayat 1 sampai 5 pasal 284 tentang perzinaan, pasal 285 tentang perkosaan, dan pasal 292 tentang homoseksual merupakan pasal-pasal yang mengancam ketahanan keluarga. Pada akhirnya juga mengancam ketahanan nasional.
Menurut Pemohon, secara sosiologis ketentuan pasal 284 ayat 1 sampai 5 KUHP tidak mampu mencakupi seluruh pengertian arti dari kata zina.
Sebab, kata zina dalam konstruksi pasal 284 KUHP hanya terbatas bila salah satu pasangan atau kedua-duanya terikat dalam hubungan pernikahan.
Sedangkan dalam konteks sosiologis konstruksi zina jauh lebih luas yakni termasuk hubungan badan yang dilakukan oleh pasangan yang tidak terikat dalam pernikahan.
Kemudian, terkait pasal 285 KUHP, pemohon menilai, frasa “seorang wanita” menjadikan perkosaan diartikan hanya terjadi terhadap wanita. Padahal, perkosaan bisa saja terjadi pula terhadap laki-laki. Bahkan, perkosaan bisa diartikan terjadi juga atas sesama jenis.
Adapun bunyi pasal 285 KUHP, "Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 tahun".
Maka dari itu, menurut Pemohon, frasa "seorang wanita" dalam pasal tersebut sedianya dihapuskan sehingga dibaca menjadi, "Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun".
Sementara itu, pasal 292 tentang homoseksual berbunyi, "Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun".
Pemohon menilai, ketentuan pasal tersebut membatasi pelaku homoseksual adalah mereka yang cukup umur.
Dengan demikian, menurut Pemohon, pelaku dengan kriteria orang belum dewasa, masih akan bebas melakukan perbuatan cabul pada baik orang yang belum dewasa lainnya ataupun orang dewasa.
Menurut Pemohon, ketentuan pasal 292 KUHP hanya memberikan perlindungan hukum terhadap korban yang diketahui atau diduga belum dewasa.
Sedangkan terhadap korban yang telah dewasa atau diduga telah dewasa tidak diberikan kepastian dan perlindungan hukum.
Permohonan uji materi ini teregristrasi di MK dengan nomor perkara 46/PUU/-XIV/2016.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.