Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gugatan Uji Materi Pasal Perzinaan Dinilai Ancam Hak Konstitusional Penghayat Sunda Wiwitan

Kompas.com - 17/10/2016, 14:54 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Pengujian undang-undang nomor 1 tahun 1946 tentang KUHP terkait perzinaan, perkosaan, dan homoseksual yang tertuang dalam Pasal 284 ayat 1 sampai 5, Pasal 285, dan Pasal 292, Senin (17/10/2016).

Agenda sidang mendengarkan keterangan saksi ahli dari penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan Dewi Kanti Setianingsih, Ketua Yayasan Cahaya Guru Sekaligus Dewan Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia Henny Supolo, dan mantan anggota Komnas HAM Lis Sulistiyowati Sugondo.

Uji materi ini diajukan oleh diajukan oleh Euis Sunarti dan kawan-kawan. Mereka merasa pemberlakukan pasal tersebut merugikan secara konstitusional.

Dalam permohonan terkait Pasal 284 tentang perzinaan, pemohon meminta makna perzinaan diperluas.

Sebab, kata zina dalam konstruksi Pasal 284 KUHP hanya terbatas bila salah satu pasangan atau kedua-duanya terikat dalam hubungan pernikahan.

Sedangkan hubungan badan yang dilakukan oleh pasangan yang tidak terikat pernikahan tidak diatur dalam pasal tersebut.

Tekait hal itu, Dewi Kanti Setianingsih menyampaikan bahwa banyak penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan sampai saat ini belum memiliki surat nikah.

Hal itu terkait masalah pengisian pada kolom agama dalam kartu tanda penduduk. Kepercayaan Sunda Wiwitan tidak termasuk dalam kategori agama yang diakui undang-undang.

Menurut Dewi, jika permohonan pemohon dalam pasal tersebut dikabulkan, akan mengancam hak konstitusional para penghayat Sunda Wiwitan.

Sebab, para penghayat akan termasuk ke dalam kategori pelaku seks di luar nikah karena tidak tercatat dalam sistem administrasi. Sementara secara adat, pernikahan tersebut terbilang sah.

"Tidak dicatatkan perkawinan adat oleh negara, sangat rentan untuk dikriminalisasi," ujar Dewi dihadapan majelis sidang yang dipimpin oleh Arif Hidayat, Senin.

(Baca: Pemohon Uji Materi Pasal Perzinahan dan Homoseksual Dianggap Tak Punya "Legal Standing")

Ia mengatakan, perzinaan tidak dikenal di kalangan Penghayat Sunda Wiwitan. Menurut Dewi, Penghayat Sunda Wiwitan memegang teguh hukum adat.

Hukum adat tersebut, kata dia, sudah ada sebelum NKRI menyusun UU itu sendiri. Meskipun demikian, lanjut Dewi, hukum adat dilegalkan meski tidak diakui dalam hukum positif Indonesia.

"Perzinaan tidak ada dalam kami, seks di luar nikah tidak ada," kata dia.

Hal ini, menurut Dewi, berbeda dengan perzinaan terjadi pada masyarakat urban di perkotaan. "Mereka tidak mampu menghadapi tantangan zaman dan godaan," kata dia.

Alasan Pemohon

Pemohon menilai ketentuan pada ayat 1 sampai 5 Pasal 284 tentang perzinaan, Pasal 285 tentang perkosaan, dan Pasal 292 tentang homoseksual merupakan pasal-pasal yang mengancam ketahanan keluarga. Yang juga bisa mengancam ketahanan nasional.

Menurut pemohon, secara sosiologis ketentuan Pasal 284 ayat 1 sampai 5 KUHP tidak mampu mencakupi seluruh pengertian arti dari kata zina.

Sebab, kata zina dalam konstruksi pasal 284 KUHP hanya terbatas bila salah satu pasangan atau kedua-duanya terikat dalam hubungan pernikahan, sedangkan dalam konteks sosiologis konstruksi zina jauh lebih luas yakni termasuk hubungan badan yang dilakukan oleh pasangan yang tidak terikat dalam pernikahan.

Kemudian terkait Pasal 285 KUHP, pemohon menilai, frasa “seorang wanita” menjadikan perkosaan diartikan hanya terjadi terhadap wanita.

Padahal, perkosaan bisa saja terjadi pula pada laki-laki. Bahkan, perkosaan bisa diartikan terjadi juga atas sesama jenis.

Adapun bunyi Pasal 285 KUHP, "Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun".

Maka dari itu, menurut Pemohon, frasa "seorang wanita" dalam pasal tersebut sedianya dihapuskan sehingga dibaca menjadi “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.

Sementara itu, Pasal 292 tentang homoseksual berbunyi “Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.

Pemohon menilai, ketentuan pasal tersebut membatasi pelaku homoseksual adalah mereka yang cukup umur.

Dengan demikian, menurut Pemohon, pelaku dengan kriteria orang belum dewasa, masih akan bebas melakukan perbuatan cabul pada baik orang yang belum dewasa lainnya ataupun orang dewasa.

Menurut pemohon, ketentuan Pasal 292 KUHP hanya memberikan perlindungan hukum terhadap korban yang diketahui atau diduga belum dewasa, sedangkan terhadap korban yang telah dewasa atau diduga telah dewasa tidak diberikan kepastian dan perlindungan hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com