Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Daripada Buang Waktu Lihat Tangkap Tangan Pungli, Presiden Jokowi Lebih Baik Rapat Kasus Munir"

Kompas.com - 14/10/2016, 19:11 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan, kasus kematian aktivis HAM, Munir Said Thalib semakin rumit.

Pendapat dan sikap berbeda dari lembaga-lembaga negara terkait keberadaan dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir dinilainya sebagai bentuk lepas tanggung jawab.

Menurut dia, proses pengusutan kematian Munir terhambat dan belum jelas bentuk penyelesaiannya.

"Ini makin menunjukkan bahwa kejahatan negara kepada Munir itu masih terjadi sampai hari ini. Karena upaya mengungkapnya masih terhambat. Ini juga menunjukkan bahwa kejahatan tersebut melibatkan banyak orang," ujar Haris, saat konferensi pers di Sekretariat Kontras, Jakarta, Jumat (14/10/2016).

Haris menduga kondisi ini terjadi karena belum adanya kepemimpinan yang jelas dan tegas dalam upaya penyelesaian kasus Munir.

(Baca: Mantan TPF: Jika SBY Berbesar Hati, Bantu Jokowi Jelaskan soal Dokumen Munir)

Masing-masing lembaga belum terkoordinasi untuk menentukan tindakan apa yang harus dilakukan dalam penanganan kasus ini.

"Saya khawatir di antara mereka sendiri belum ada kepemimpinan yang jelas dan tegas bahwa kasus ini harus seperti apa ke depan," ujar Haris.

Oleh karena itu, ia meminta Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai pemimpin negara mengadakan rapat khusus untuk mengkoordinasikan tindakan yang akan dilakukan pemerintah.

"Kalau soal kepemimpinan kuncinya di Presiden. Presiden Joko Widodo daripada dia sibuk buang-buang waktu melihat tangkap tangan pungli, lebih baik dia pimpin rapat untuk penanganan ini," kata Haris.

Selain itu, Haris juga meminta agar Jokowi mengumumkan secara resmi terkait status kasus Munir dan  tindakan pemerintah dalam menyikapi hal tersebut.

Dengan demikian, ada kepastian hukum mengenai penanganan kasus Munir.

"Lebih baik diumumkan dulu satu suara terkait dengan kondisinya (kasus Munir). Lalu, apa yang akan dilakukan terkait kondisi tersebut," tambah Haris.

Aktivis HAM sekaligus pendiri Kontras dan Imparsial, Munir, meninggal di atas pesawat GarudaIndonesia dengan nomor GA-974 ketika sedang menuju Amsterdam untuk melanjutkan kuliah pasca-sarjana pada 7 September 2004 lalu.

Pada 11 November 2004, pihak keluarga mendapat informasi dari media Belanda bahwa hasil otopsi Munir oleh Institut Forensik Belanda (NFI) membuktikan bahwa Munir meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang fatal.

Pilot Garuda Polycarpus Budihari Priyanto divonis bersalah atas kasus pembunuhan Munir.

Kompas TV Kemana Hilangnya Dokumen TPF Munir?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com