JAKARTA, KOMPAS.com - Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak dipungkiri juga berdampak bagi penegak hukum lainnya dalam menangani kasus korupsi.
Fungsi koordinasi dan supervisi dijalankan sebagai penguatan antarlembaga penegak hukum. Bantuan KPK terhadap penegak hukum lainnya biasa dilakukan saat kasus korupsi dianggap sulit untuk ditangani.
Salah satunya, terwujud dalam penanganan kasus dugaan korupsi dana hibah yang melibatkan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Jawa Timur, La Nyalla Mattalitti.
"Untuk kasus La Nyalla, memang ada permintaan khusus dari Kejaksaan Agung," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (5/10/2016).
Dalam kasus La Nyalla, Kejaksaan telah meminta bantuan KPK sejak dalam tahap penyelidikan dan penyidikan. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Maruli Hutagalung, beberapa kali mendatangi Gedung KPK Jakarta.
Dengan kemampuan khusus yang tidak dimiliki lembaga penegak hukum lain, KPK dinilai dapat membantu Kejaksaan dalam kasus La Nyalla.
Kejaksaan mengaku kesulitan mendapat perizinan dari Pengadilan Negeri Surabaya untuk menyita aset dan dokumen milik La Nyalla Mattalitti.
Akibatnya, Kejaksaan terhambat dalam mengumpulkan beberapa dokumen yang akan digunakan untuk menguatkan barang bukti.
Hambatan Kejaksaan dalam menangani kasus La Nyalla berulangkali mendapat hambatan dari lembaga peradilan. Tercatat, tiga kali La Nyalla dimenangkan oleh hakim dalam gugatan praperadilan melawan Kejati Jatim.
Maruli sempat meragukan independensi hakim, karena La Nyalla merupakan keponakan dari pemimpin tertinggi lembaga peradilan, Hatta Ali.
(Baca: Kajati Jatim Sebut La Nyalla Keponakan Ketua MA)
Meski demikian, Kejati Jatim kembali mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (sprindik) keempat kalinya untuk La Nyalla.
La Nyalla pun kembali berstatus tersangka atas tindak pidana korupsi atas dana hibah Kadin Jatim.