Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Bapak Menangis di Depan Saya Mendengar Jutaan Rakyatnya Dibunuh Setelah G30S"

Kompas.com - 01/10/2016, 19:03 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jakarta, Kamis, 30 September 1965. Tepat 51 tahun yang lalu, umur saya masih 14 tahun.

Malam itu tidak ada yang berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Saat itu bapak sedang tidak di rumah.

Dia sedang menghadiri sebuah acara, kalau tidak salah Hari Teknik Nasional. Sebagai seorang Presiden Republik Indonesia sudah menjadi keharusan beliau menyampaikan pidato.

Setelah acara itu Bapak tidak pulang ke Istana. Kebiasaan Bapak pada hari Jumat sampai Minggu, dia akan pulang ke rumah istri ketiganya, Ibu Hartini di Bogor.

Tidak ada sesuatu apapun yang mengejutkan. Semua berjalan seperti biasa. Sampai pada pagi harinya, Jumat 1 Oktober 1965, saya sedang bersiap akan berangkat ke sekolah.

Tiba-tiba pengasuh saya memanggil. "Putri, hari ini tidak boleh sekolah karena kabar dari Detasemen Kawal Pribadi ada jenderal yang diculik," kata dia.

Sejak kecil saya dipanggil dengan nama Putri oleh pengasuh saya, bukan dengan nama asli, Sukmawati.

Suasana pagi itu begitu sepi dan mencekam. Saya mengintip dari jendela, tidak ada satu pun ajudan Bapak yang berkumpul di Istana.

Saya justru melihat di pagar Istana ada sekumpulan tentara siap tempur dengan seragam PDL (Pakaian Dinas Lapangan).

"Kok aneh," pikir saya, karena hari itu tidak ada perayaan kenegaraan apapun.

"Ah mungkin karena ada jenderal yang diculik."

Kemudian saya melihat ada seorang tentara membawa pistol di halaman istana, juga ada truk tentara.

Aneh, padahal tidak boleh ada truk dan senjata api di lingkungan istana. Hanya ajudan bapak saja yang boleh membawa senjata di Istana.

Keadaan semakin mencekam. Di dalam istana hanya ada kakak saya Rahmawati dan adik saya Guruh.

Tidak lama kemudian seorang ajudan menyuruh kami berkemas untuk meninggalkan Istana. Kami diantar ke rumah Ibu di Jalan Sriwijaya.

Saat keluar dari Istana, memang banyak tentara tak dikenal berjaga di depan pagar. Dari rumah, kami diminta untuk menemui Bapak di kawasan Halim.

Kami akhirnya bertemu. Saya melihat ekspresi bapak saat itu sangat berbeda. Ekspresi yang tidak pernah saya lihat sejak peristiwa percobaan pembunuhan Bapak pada 30 November 1957 di Perguruan Cikini.

Siang hari itu, wajah Bapak kusut. Ada kesedihan dan kekalutan. Perasaan saya mengatakan ada sesuatu yang tidak benar sedang terjadi.

Saat berada di Halim, saya melihat Bapak ditemani oleh para panglima tentaranya, kecuali Jenderal Ahmad Yani saja yang tidak hadir di situ.

Kemudian bapak menyuruh saya untuk menemui Ibu yang sedang berada di Bandung. Setelah hari itu hidup saya berjalan seperti biasa.

Tahun 1967, kami sekeluarga harus keluar dari Istana. MPRS mengeluarkan Ketetapan No. XXXIII/MPRS/1967 yang isinya pencabutan kekuasaan Presiden Soekarno atas segala kekuasaan pemerintah negara dan mengangkat pengemban Supersemar sebagai presiden, yakni Soeharto.

Setelah itu, Bapak dikenai tahanan kota dan menetap di Wisma Yaso (sekarang Museum Satria Mandala, Jakarta) sampai akhir 1967.

Halaman:


Terkini Lainnya

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com