Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis Ringan Damayanti dan Pengungkapan Kasus Suap Komisi V DPR

Kompas.com - 27/09/2016, 09:34 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan anggota Komisi V DPR RI, Damayanti Wisnu Putranti, dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/9/2016).

Hukuman Damayanti jauh lebih ringan ketimbang tuntutan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta hukuman 6 tahun penjara serta 6 bulan kurungan. Damayanti dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp 8,1 miliar dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.

Mantan anggota Fraksi PDI-P tersebut didakwa secara bersama-sama dengan anggota Komisi V lainnya, Budi Supriyanto, dan dua orang stafnya, Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini.

Menurut Jaksa, pemberian uang tersebut untuk menggerakkan agar Damayanti mengusulkan kegiatan pelebaran Jalan Tehoru-Laimu, dan menggerakkan agar Budi Supriyanto mengusulkan pekerjaan rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu di Maluku.

(Baca: Damayanti Divonis 4,5 Tahun Penjara)

Kedua proyek tersebut diusulkan menggunakan program aspirasi anggota Komisi V DPR, dan diharapkan dapat masuk dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, tahun anggaran 2016.

Adapun, proyek pembangunan jalan yang diusulkan Damayanti senilai Rp 41 miliar. Sementara, proyek yang diusulkan Budi senilai Rp50 miliar.

Bukan pelaku utama

Vonis ringan yang diterima Damayanti bukan tanpa sebab. Mantan anggota DPR RI dari daerah pemilihan Brebes tersebut berstatus sebagai justice collabolator, atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.

Majelis Hakim menilai, Damayanti telah mengakui perbuatannya dan berterus-terang sehingga perkara hukum menjadi jelas. Keterangan Damayanti juga membuat terang mengenai adanya skenario oleh pihak-pihak tertentu di Komisi V DPR dan pejabat Kementerian PUPR, dalam rangka pengurusan persetujuan anggaran Kementerian PUPR dalam R-APBN 2016.

Hal tersebut selaras dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011, yang mensyaratkan bahwa terdakwa yang diberikan status justice collabolator haruslah bukan sebagai pelaku utama dalam perkara tindak pidana.

(Baca: Jadi "Justice Collaborator", Damayanti Divonis Lebih Ringan)

Pemohon adalah terdakwa yang mengakui perbuatan, serta memberi keterangan sebagai saksi dalam persidangan. Suap di Komisi V DPR. Seusai Hakim mengetuk palu, Damayanti kembali menyatakan kesiapannya untuk membantu KPK membongkar pelaku lainnya.

"Konsekuensi sebagai justice collabolator adalah membantu KPK membuka kasus di Komisi V DPR  secara gamblang, sampai selesai," ujar Damayanti seusai sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.

Dalam nota pembelaan yang disampaikan secara pribadi atau pun melalui pengacara, Damayanti mengatakan bahwa ia bukan sebagai pelaku utama dalam perkara suap terkait program aspirasi anggota DPR.

Damayanti menceritakan bahwa fee atas program aspirasi yang diusulkan kepada Kementerian PUPR merupakan skenario yang telah terjadi selama bertahun-tahun, layaknya sebuah ban berjalan yang melibatkan hampir seluruh anggota Komisi V.

(Baca: Tersandung Kasus Korupsi, Damayanti Minta Maaf kepada Megawati)

Menurut Damayanti, pembagian jatah program aspirasi dan keuntungan yang diperoleh diatur dan ditentukan oleh pimpinan Komisi V DPR. Menurut dia, hampir semua anggota Komisi V diberikan jatah aspirasi. Damayanti menyebut adanya suatu kesepakatan antara pimpinan Komisi V DPR dengan pejabat di Kementerian PUPR.

Dalam kesepakatan tersebut, pimpinan Komisi V meminta agar Kementerian PUPR menyetujui usulan program aspirasi yang diajukan anggota Komisi V sebesar Rp 10 triliun. Jika tidak, menurut Damayanti, pimpinan Komisi V mengancam akan mempersulit Kementerian PUPR dalam pengusulan anggaran dalam R-APBN.

Halaman:


Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com