Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perindo dan Idaman Siap Gugat UU Pemilu, PSI Masih Pusing Verifikasi

Kompas.com - 14/09/2016, 17:18 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) enggan menanggapi usulan pemerintah dalam revisi Undang-Undang Pemilu, yang mengatur bahwa hasil pemilu legislatif 2014 lalu akan digunakan sebagai syarat partai politik mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden di 2019.

Dengan aturan ini, PSI sebagai parpol baru tak akan bisa ikut mencalonkan Presiden meski lolos verifikasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun, PSI tak mau terlalu memusingkan hal itu.

"Kami sedang fokus verifikasi dulu. Kami lihat bagaimana nanti perkembangannya," kata Ketua Umum PSI Grace Natalie saat dihubungi Kompas.com, Rabu (14/9/2016).

Sikap PSI ini berbeda dengan dua partai baru lainnya, Perindo dan Idaman, yang saat ini juga tengah menghadapi verifikasi di Kementerian Hukum dan HAM. Kedua partai tersebut tegas menyatakan menolak usulan pemerintah dan akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi apabila DPR menyetujui aturan itu di dalam UU Pemilihan Umum yang baru.

(Baca: Pemerintah Usulkan Hasil Pemilu 2014 Digunakan untuk Usung Calon dalam Pilpres 2019)

Saat ditanya apakah PSI akan mengikuti langkah Perindo dan Idaman, Grace juga menolak berkomentar.

"Kami no comment dulu ya Mas, fokus lolos verifikasi saja dulu," jawab dia.

Sekjen PSI Raja Juli Antoni menambahkan, proses verifikasi di Kemenkumham memang cukup sulit.

"Berat banget. Ribet. Detail Hebat banget kalau bisa lulus dari ujian 'rezim administratif' ini," kata Antoni.

Ia mengungkapkan, untuk dinyatakan lolos verifikasi, parpol harus memiliki kepengurusan di 100 persen provinsi, 75 persen kabupaten/kota, 50 persen kecamatan. Pengurus parpol juga minimal harus memenuhi keterwakilan perempuan minimal 30 persen.

"Sekarang lagi proses verifikasi faktual. Hari ini di Papua. Besok di Sulsel. Tanggal 7 Oktober rencananya Kemenkumhan akan umumkan hasil verifikasi," ucap Antoni.

(Baca: Partai Baru Terancam Tak Bisa Usung Capres pada Pilpres 2019)

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebelumnya mengungkapkan, hasil Pileg 2014 digunakan sebagai syarat pencalonan presiden karena pada 2019, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden digelar serentak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

Dengan demikian, hasil Pileg 2019 tidak bisa digunakan untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.

"Jadi penentuan pemilihan presiden, kami mengusulkan sesuai dengan hasil (pileg) yang lama," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, seusai rapat terbatas mengenai RUU Pemilu, di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (13/9/2016).

(Baca: Terancam Tak Bisa Calonkan Presiden, Perindo Siap Gugat UU Pemilu ke MK)

Terkait angkanya, lanjut Tjahjo, tetap berpegang pada Undang-Undang Pemilihan Presiden yang lama. UU Nomor 42 Tahun 2008 mengatur, parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Tjahjo mengatakan, aturan mengenai hal ini akan dirumuskan dalam draf revisi UU Pemilu yang diusulkan pemerintah dan akan segera diserahkan ke DPR untuk pembahasan lebih lanjut.

Politisi PDI-P menyadari aturan ini akan membuat partai baru tak bisa ikut mengusung capres. Namun ia meminta partai baru berebut kursi di DPR terlebih dulu, baru ikut pilpres di 2024.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com