Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tentang Munir, tentang Indonesia

Kompas.com - 08/09/2016, 20:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Sosok Munir Said Thalib atau Cak Munir sering diidentikkan dengan aktivis dan pejuang hak asasi manusia. Film Bunga Dibakar yang diputar pada Rabu (7/9) mengingatkan, Munir adalah sosok biasa, seperti kita semua. Ia hanya jujur terhadap dirinya dan tak tahan melihat ketidakbenaran di depan mata.

”Dia tidak sembarang berkelahi. Dia hanya tidak bisa melihat kalau ada yang tidak benar. Dia akan melawan walau lawannya jauh lebih besar dari dia,” cerita Jamal bin Thalib, adik Munir, tentang abangnya saat masih duduk di bangku SMP. Walaupun bertubuh kecil dan kurus dengan bobot hanya 35 kilogram, Munir kecil tidak akan mundur kalau dia tahu dia benar.

Munir muda lulus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (Unibraw), Malang, tidak dengan supercemerlang. Namun, hidupnya menjadi cahaya penegakan hak asasi manusia (HAM) sejak masa Orde Baru, di mana subversi adalah kejahatan terhadap negara dengan risiko nyawa.

Pergulatan pemikiran Munir seiring dengan pergulatan bangsa ini untuk menemukan dirinya sebagai masyarakat yang beradab.

Pergulatan pemikirannya membawa Munir menjadi inklusif dan kemudian menorehkan beberapa tonggak dalam konflik melawan kekuasaan Orde Baru.

Setelah lulus dari Unibraw, Munir masuk lembaga bantuan hukum (LBH) Surabaya yang kantornya di Malang. Saat itu, konflik buruh versus pengusaha semakin banyak seiring dengan industrialisasi dengan keunggulan upah buruh murah yang menjadi program pemerintah. Kasus PT Sidobangun yang memecat 22 buruh tanpa prosedur dimenangi Munir. Kemenangan ini menjadi kemenangan pertama buruh terhadap penguasa dan membongkar persepsi bahwa pengadilan hanya milik orang kaya.

”Kasus ini kemudian jadi milestone bagi gugatan buruh pada kemudian hari,” cerita Poengky Indarti, salah satu anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

Melawan Orde Baru

Munir tampil dalam berbagai pertarungan melawan Orde Baru. Ia juga membongkar berbagai mitos Orde Baru, seperti tentang tentara yang tidak bisa dilawan. Bagi Munir, ABRI memotong-motong pertanggungjawaban atas orang yang hilang dan ingin cuci tangan.

Hampir semua kasus kekerasan negara terhadap rakyat dihadapi Munir. Ia menggarisbawahi bahwa semua kasus tersebut menghadapi hambatan politik.

”Munir hanya ingin negara tidak lagi melakukan kekerasan terhadap rakyat. Habis itu rencananya ia ingin pulang ke Malang. Mungkin bertani atau menulis buku,” cerita istri Munir, Suciwati.

Telah 12 tahun Munir pergi. Pada 7 September 2004, Munir tewas dalam penerbangan Jakarta-Belanda karena racun arsenik. Tidak ada perkembangan yang berarti pada penanganan kasusnya.

Buka hasil TPF

Akademisi Unibraw, Haris Elmahdi, menilai, pengungkapan dalang di balik kasus pembunuhan Munir tidak berkembang alias stagnan. Menurut Haris, para penggiat HAM saat ini menuntut keberanian pemerintah membuka lagi hasil penyelidikan tim pencari fakta (TPF). TPF dibentuk pada masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com