JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah bersyukur atas putusan Mahkamah Konstitusi yang memenangkan gugatan uji materi Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto atas pasal penyadapan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ia mengapresiasi karena Mahkamah Konstitusi (MK) secara tegas menyatakan bahwa alat bukti tak bisa dikumpulkan secara ilegal.
Dalam hal ini, alat bukti tersebut adalah rekaman percakapan antara Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia ketika itu, Maroef Sjamsoeddin.
Dalam rekaman tersebut diduga ada suara mengenai permintaan saham Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
(Baca: Gugatannya Dikabulkan MK, Ini Kata Setya Novanto)
"Sekarang alhamdulillah MK telah membenarkan apa yang menjadi sikap selama ini bahwa illegal gathering of information adalah ilegal," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/9/2016).
Ia mendorong agar penegak hukum menindak si perekam. Sebab, perekam bukan merupakan intelijen atau penegak hukum.
(Baca: Akbar Faizal Nilai Putusan MK yang Menangkan Gugatan Setya Novanto Keliru)
"Harus dong (didorong), tetapi kan semua ada di korban, kita enggak tahu korban mau menuntut, apa tidak. Itu urusan korban, meskipun sudah jadi hukum terbuka. Akibat hukum tentu ada di hari ke depan," kata politisi PKS itu.
MK sebelumnya menerima sebagian gugatan uji materi yang diajukan oleh Setya Novanto, terkait penyadapan atau perekaman yang dijadikan barang bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan.
(Baca: MK Terima Sebagian Gugatan UU ITE yang Diajukan Setya Novanto)
MK juga memutuskan penerapan Pasal 5 ayat (1) dan (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik terkait rekaman atau dokumen elektronik sebagai alat bukti.
Menurut MK, rekaman atau dokumen elektronik sah sebagai alat bukti sepanjang alat bukti itu diperoleh berdasarkan permintaan penegak hukum.
Maroef merekam
Maroef sebelumnya mengaku merekam pertemuan pada 8 Juni 2015 sebagai bentuk proteksi.
(Baca: Maroef Sjamsoeddin Akui Rekam Pertemuan untuk Proteksi Diri)
"Tidak pernah ada yang menyuruh saya, inisiatif saya. Saya rekam karena saya sendiri," kata Maroef saat bersaksi dalam persidangan di Mahkamah Kehormatan Dewan di Kompleks Parlemen, Kamis (3/12/2015).
Pertemuan itu merupakan pertemuan ketiga Maroef dengan Novanto. Pada pertemuan kedua, 13 Mei 2015, Maroef dikenalkan dengan Riza oleh Novanto.
Berbeda dengan pertemuan pertama dan kedua, Maroef mengatakan, inisiator pertemuan ketiga justru adalah Riza.
Maroef mengaku bahwa sejak pertemuan kedua, dirinya sudah menaruh curiga. Sebab, bukannya mengajak anggota Komisi VII DPR jika ingin membicarakan bisnis Freeport, Novanto justru mengajak Riza yang notabene merupakan pengusaha.
"Karena kecurigaan saya sebelumnya, dan saya belum tahu sama sekali apa yang akan berkembang," kata mantan Wakil Kepala BIN itu.
Rekaman itu kemudian diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk kepentingan penyelidikan dugaan adanya pemufakatan jahat.
Namun, pengusutan kasus tersebut tidak berjalan dengan alasan penyidik kejaksaan tidak bisa meminta keterangan Riza.