Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Terima Sebagian Gugatan UU ITE yang Diajukan Setya Novanto

Kompas.com - 07/09/2016, 15:44 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menerima sebagian gugatan uji materi yang diajukan oleh Mantan Ketua DPR, Setya Novanto, terkait penyadapan atau perekaman yang dijadikan barang bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan.

Hal itu diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 dan Ayat 2 serta Pasal 44 huruf b Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menyebutkan bahwa informasi atau dokumen elektronik merupakan salah satu bukti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan sah.

Selain itu, diatur juga dalam Pasal 26 A UU KPK yang menyebutkan bahwa alat bukti yang sah berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat serta dokumen yang setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik.

Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul dalam sidang putusan yang digelar di MK pada Selasa (7/9/2016) mengatakan bahwa ada kekurang-lengkapan peraturan terkait penyadapan. Maka dari itu, gugatan uji materi yang diajukan pemohon menjadi beralasan secara hukum.

"Untuk melengkapi hal itu, dalam pertimbangan Mahkamah, yang termasuk di dalamnya tidak semua orang bisa melakukan penyadapan, maka pemberlakuan bersyarat dalam UU ITE beralasan secara hukum," ujar Manahan dalam persidangan di MK, Jakarta Pusat.

Menurut dia, penyadapan terhadap satu pihak harus dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan ketentuan sesuai UU ITE.

"Pemberlakuan penyadapan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu atas permintaan penegak hukum sebagaimana diatur dalam UU ITE," kata dia.

Ketua Majelis Hakim Kontitusi, Arief Hidayat, mengatakan bahwa gugatan terkait rekaman atau penyadapan yang dilayangkan oleh Setya memenuhi unsur pelanggaran UUD 1945 selama frasa informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dijadikan sebagai alat bukti.

Arief menambahkan, Pasal 5 Ayat 1 dan Ayat 2 serta Pasal 44 huruf b dalam UU ITE, tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat selama tidak dimaknai, khususnya frasa informasi dan dokumen elektronik, sebagai alat bukti.

Dengan demikian, lanjut Arief, MK menerima sebagian permohonan pemohon.

"Permohonan pemohon diterima sebagian sepanjang tidak dimaknai khususnya frasa informasi elektronik dan atau dokumen elektronik sebagai alat bukti penegakan hukum atas permintaan oleh kepolisian dan institusi penegak hukum lainnya sebagaimana diatur dalam UU ITE," kata Arief.

Uji materi yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar ini teregistrasi nomor perkara 20/PUU-XIV/2016.

Pemohon mengajukan uji materi lantaran merasa dirugikan dengan ketentuan di kedua pasal tersebut, yakni Pasal 5 Ayat 1 dan Ayat 2 serta Pasal 44 huruf b Undang-Undang (UU) ITE dan Pasal 26 A UU KPK.

Pemohon dalam gugatannya meminta Majelis MK menafsirkan secara lebih rinci keabsahan mengenai dokumen elektronik yang dijadikan alat bukti tanpa didahului permintaan pihak yang berwenang.

Dikutip dari keterangan pers MK, sidang yang digelar pada Selasa (3/5/2016) lalu, Pakar hukum media dari Universitas Airlangga Henry Subiakto selaku ahli yang dihadirkan Pemerintah menyatakan, keberadaan aturan mengenai alat bukti elektronik seperti yang tercantum dalam Pasal a quo sangat penting di era teknologi informasi yang semakin maju.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com