JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menegaskan bahwa program pengampunan pajak atau tax amnesty merupakan kebutuhan negara untuk menggenjot pendapatan dari pajak.
Menurut dia, negara saat ini menghadapi masalah besar, misalnya tax ratio yang rendah. Karena itu, kehadiran UU Tax Amnesty menjadi pintu bagi perbaikan sistem perpajakan.
"Ini kebutuhan negara yang mendasar, bukan presiden. Adalah tugas kita bersama untuk membangun kemandirian bangsa sebagaimana visi Nawacita Presiden Jokowi," kata Misbakhun saat sosialisasi empat pilar di Pasuruan, sebagaimana dikutip dalam keterangan tertulisnya, Minggu (4/9/2016).
Selama ini, lanjut Misbakhun, Indonesia masih terbelit persoalan akut di sektor perpajakan, yakni sempitnya data wajib pajak.
Akibatnya, target penerimaan negara dari sektor perpajakan kerap tidak tercapai. Puncaknya pada 2015 lalu, penerimaan pajak hanya 82 persen dari target yang dibuat di APBN.
Di lain sisi, penerimaan pajak merupakan tulang punggung pembiayaan negara. “Padahal berdasarkan komposisi penerimaan negara, 78-82 persen pembiayaan pembangunan ditopang pemasukan dari sektor perpajakan,” ucap politisi Partai Golkar ini.
Oleh karena itu, lanjut Misbakhun, tax amnesty dibutuhkan demi perbaikan di sektor perpajakan.
Misalnya, perbaikan data wajib pajak hingga masuknya ribuan triliun dana warga negara Indonesia (WNI) yang selama ini disembunyikan di luar negeri.
(Baca: 30 Persen Peserta Program "Tax Amnesty" Tak Pernah Bayar Pajak)
“Nantinya dana tersebut bisa masuk ke berbagai sektor untuk mempercepat pembangunan nasional,” ujar dia.
Misbakhun pun mengingatkan para konstituennya akan pentingnya membayar pajak jika ingin Indonesia menjadi bangsa yang merdeka.
Pajak yang dibayarkan, bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat, seperti membangun sekolah di desa, membangun jembatan dan jalan, pelabuhan, membayar gaji guru, gaji TNI, hakim, dan sebagainya.
“Bangsa yang merdeka adalah bangsa yang membiayai semua operasional pembangunan bangsanya dengan mandiri dari pajak dan kekayaan yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri,” ucap mantan pegawai Ditjen Pajak ini.