Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lima Guru Besar Tulis Surat untuk Jokowi, Ini Isinya

Kompas.com - 04/09/2016, 20:35 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

Kompas TV Wacana Permudah Syarat Remisi Koruptor Muncul

Melalui surat ini kami ingin menyampaikan bahwa RPP ini perlu dikritisi dalam tiga aspek yaitu prosedur, subtansi dan alasan pemerintah dalam melakukan penyusunan rancangan regulasi tersebut. Pertama, secara prosedur, proses penyusunan RPP Warga Binaan ini tidak transparan dan tidak partisipatif serta tidak disertai dengan naskah akademik atau kajian yang menjelaskan alasan atau latar belakang perlunya RPP ini.

Kedua, secara subtansi, RPP usulan pemerintah tersebut jelas menguntungkan koruptor karena berupaya memberikan banyak celah dan peluang agar koruptor lebih banyak dan lebih cepat keluar penjara. Syarat utama sebagai justice collaborator dan adanya rekomendasi lembaga yang menangani perkara korupsi dari sang koruptor – seperti KPK – dihilangkan dalam usulan RPP. Setahun napi korupsi sangat mungkin mendapat 3 hingga 4 kali remisi yaitu umum, khusus, tambahan dan kemanusiaan.

Ketiga, alasan RPP untuk mengurangi kelebihan kapasitas penghuni penjara tidak efektif ditujukan kepada napi korupsi. Data Direktorat Jenderal Pemasyarakatn per Juli 2016 menyebutkan jumlah narapidana yang menghuni rutan dan penjara berjumlah 197.670 orang dan sebanyak 3.801 (1,92 %) diantaranya adalah narapidana korupsi.

Sebaiknya Presiden Jokowi perlu secepatnya memanggil Yasona selaku Menteri Hukum dan HAM untuk dimintai klarifikasi dan memperhatikan penolakan dari KPK maupun pihak perguruan tinggi terkait dengan subtansi yang dinilai menguntungkan koruptor. 

Hal ini penting karena RPP akan menjadi pertaruhan komitmen pemberantasan korupsi Pemerintah Jokowi-JK. Tanpa ada campur tangan Presiden, dikhawatirkan ada penumpang gelap dan nuansa politis dibalik gagasan mencabut pengetatan syarat pemenuhan hak bagi koruptor sebagaimana tertuang dalam RPP ini.

Pemerintah lebih baik fokus memperkuat instrumen hukum pemberantasan korupsi. Hingga kini setidaknya ada beberapa regulasi yang mendesak untuk segera dibahas, seperti RUU tentang Perampasan Aset, RUU tentang Pembatasan Transaksi Tunai, dan RUU tentang Revisi atas UU Tindak Pidana Korupsi.

Hormat Kami, Guru Besar Antikorupsi

1. Prof. Dr. Moh. Mahfud MD (Universitas Islam Indonesia)
2. Prof. Dr. Hibnu Nugroho (Universitas Jenderal Soedirman)
3. Prof. Rhenald Kasali, Ph.D. (Universitas Indonesia)
4. Prof. Dr. Sulistyowati Irianto (Universitas Indonesia)
5. Prof. Dr. Marwan Mas, M.H. (Universitas Bosowa '45 Makassar)

Tembusan
1. Ketua MPR RI
2. Ketua DPR RI
3. Menteri Hukum dan HAM
4. Ketua KPK RI  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com