Transformasi sosial
Kehidupan sosial perlu transformasi dan agama hadir sebagai suluh yang menyalakan itu. Soekarno pernah mengingatkan, kita jangan sampai mengambil Islam itu abunya, tetapi nyala apinya, spiritnya, yakni progresivitas, revolusi, dan transformasinya. Dalam bahasa Al Quran, Islam adalah cahaya (nur) yang menyingkap kegelapan (zulumat).
Islam dengan segala ajarannya mengandung nilai-nilai transformasi yang bisa mengubah kehidupan.
Robert N Bellah dalam bukunya, Beyond Belief (1976), mengatakan bahwa tatanan masyarakat yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW adalah salah satu contoh nyata masyarakat modern. Bahkan, untuk konteks masa itu (Arab) terlalu modern. Dengan demikian, setelah Nabi Muhammad SAW wafat, tatanan itu tidak bisa bertahan lama.
Indonesia adalah negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Maka, Indonesia termasuk terbesar mendapatkan kuota jemaah haji setiap tahun.
Kuota itu terus bertambah. Namun, negeri ini masih dirundung pelbagai persoalan sosial, seperti keretakan sosial, ancaman disintegrasi, terorisme, radikalisme, diskriminasi, korupsi, ketidakadilan sosial, penegakan hukum yang lemah sekaligus pelanggaran hukum yang tinggi, kemiskinan, pertikaian antarkelompok, dan seterusnya.
Semua berbanding terbalik dengan status negeri ini sebagai negeri religius. Semua karena nilai-nilai ajaran agama tidak dihayati secara mendalam lalu diamalkan.
Banyak yang berhaji, tetapi malah mempertajam perbedaan bukan bersatu dalam keragaman. Padahal, seperti disebutkan Syari'ati, pakaian ihram yang sama di miqat bermakna menanggalkan perbedaan dan menyatukan setiap orang dalam persamaan dan kebersamaan.
Slogan Bhinneka Tunggal Ika, misalnya, sejatinya sama dengan pesan moral pakaian ihram ini. Berbeda-beda tetapi tetap satu. Ada nilai persatuan dan kesetaraan yang terkandung dalam haji, seperti diilustrasikan oleh Esposito.
Termasuk juga nilai-nilai persaudaraan. Malcolm X, aktivis Muslim kulit hitam Amerika, misalnya, pernah memberikan kesan mendalam setelah ia berhaji yang mengubah hidupnya: "Ada puluhan ribu jemaah haji dari seluruh dunia.
Mereka terdiri dari berbagai warna kulit, dari si pirang bermata biru sampai si hitam dari Afrika. Namun, kami semua mengikuti ritual yang sama, memperlihatkan semangat kebersamaan dan persaudaraan yang, dari pengalaman saya di Amerika, membuat saya mengira tidak akan pernah terjadi di antara kulit putih dan bukan kulit putih" (Malcolm X, surat dari Mekkah, April 1964).
Semua nilai dalam haji ini adalah modal utama bagi transformasi sosial jika betul-betul dipahami dan diamalkan. Jadi, haji tidak sekadar melaksanakan manasik, tetapi ada efek positif bagi masyarakat dan secara lebih luas bagi bangsa dan negara.
Transformasi sosial dapat terjadi manakala orang yang beragama mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dengan baik, konsisten, dan penuh tanggung jawab. Betapa sayangnya jika haji yang berbiaya tidak sedikit hanya berefek secara individual, tidak secara sosial, yakni terciptanya transformasi sosial.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 September 2016, di halaman 7 dengan judul "Spirit Transformatif Haji".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.