JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengaku sudah berbicara dengan tujuh korban prostitusi anak bagi penyuka sesama jenis kelamin.
Dari pertemuan tersebut, Khofifah menemukan bahwa anak-anak tersebut jauh dari keluarganya, hingga pada akhirnya diajak untuk bergabung pada prostitusi itu.
"Intinya tujuh anak ini, mereka menginginkan ada kebahagiaan di rumah mereka," kata Khofifah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/9/2016).
Khofifah mencontohkan salah seorang anak yang diajaknya berbincang. Anak tersebut mendapatkan kebahagiaan hingga usia 13 tahun.
Namun selepas menginjak umur tersebut, kondisi keluarga sudah tak lagi nyaman. Dia akhirnya tak memiliki siapa pun di rumah untuknya berkeluh-kesah.
Hingga suatu saat ada orang yang muncul dan bersedia mendengarkan keluhannya. Ia pun ikut dengan orang tersebut hingga akhirnya terjerumus ke pusaran prostitusi anak.
"Sementara sih kemungkinan kebutuhannya tiga-empat minggu, mereka harus mendapatkan psychosocial therapy di rumah perlindungan," tuturnya.
Adapun dari tujuh anak yang dibawa ke rumah perlindungan untuk menjalani psychosocial therapy, orang tua dari dua anak di antaranya masih ditelusuri. Sebab, rumah mereka agak jauh.
"Saya sudah mengakses rapid assessment dari tujuh anak. Setelah itu mereka lanjut medical check-up ke Rumah Sakit Polri, Kramat Djati. Insya Allah sore ini akan dilanjutkan assessment ketujuh anak itu," kata Khofifah.
(Baca juga: Menteri Yohana Sebut Korban Prostitusi Anak karena Pengaruh Media Sosial)
Bareskrim Polri mengenakan pasal berlapis terhadap AR, pelaku eksploitasi anak laki-laki untuk diperdagangkan kepada pelanggannya yang juga laki-laki.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan, AR dijerat Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena melakukan perdagangan orang melalui Facebook.
"Pelaku kami lapisi dengan berbagai pasal. Kami kenakan juga pasal perdagangan orang (Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang)," ujar Agung, di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (31/8/2016).
AR juga terancam melanggar Undang-Undang tentang Perlindungan Anak.
Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, terdapat pemberatan hukuman terhadap pelaku.
(Baca: Pelaku Prostitusi Anak untuk Gay Terancam Dijerat Perppu Kebiri)
Polisi juga menganggap pelaku melakukan pencucian uang karena meraup banyak keuntungan dari tindak pidananya.
Dalam menjalankan bisnisnya, AR dipastikan tidak sendirian karena korbannya mencapai 99 orang. Ia diyakini tergabung dalam jaringan atau sindikat.
(Baca: Polisi Sebut Ada Sindikat yang Memperdagangkan Anak bagi Kaum Gay)