JAKARTA, KOMPAS.com - Alasan wacana penghapusan keharusan menjadi Justice Collaborator (JC) sebagai syarat remisi bagi terpidana kasus korupsi dinilai sebagai bentuk inkonsistensi pemerintah.
Rencana penghapusan seiring wacana revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan. Pemberian remisi diatur dalam PP tersebut.
Dalam PP itu diatur bahwa pemberian remisi pelaku kejahatan luar biasa, seperti korupsi, terorisme dan narkotika diperketat dengan sejumlah syarat. Salah satunya syarat jadi justice collabolator.
Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter mengungkapkan wacana penghapusan syarat JC terjadi berulang kali. Anehnya, alasan pemerintah, kehususnya Kementerian Hukum dan HAM, selalu berbeda.
"Wacana ini sudah berulang kali terjadi. Alasan yang dilontarkan pihak Kemenkumham pun bermacam-macam, tapi cenderung inkonsisten satu sama lain," ujar Lalola dalam diskusi "RPP Warga Binaan untuk Siapa?" di Sekretariat ICW, Jakarta, Kamis (1/9/2016).
Lalola menjelaskan, pertama kali adanya wacana Revisi PP Nomor 99/2012, salah satu alasan pemerintah ingin menghapus syarat JC karena adanya intervensi penegak hukum dalam pemberian remisi.
Belakangan, alasan penghapusan syarat JC karena adanya keharusan mendapat rekomendasi bagi calon penerima pembebasan bersyarat dari aparat penegak hukum terkait yang menangani kasusnya. Ini membuat bingung Kemenkumham sebagai penentu remisi.
"Syarat JC disebut pula sebagai penyebab munculnya tindak kekerasan dan kerusuhan di Lapas Tanjung Gusta," tambah Lalola.
Setelah adanya wacana RPP Warga Binaan, lanjut Lalola, pihak Kemenkumham mengatakan syarat ini dihapus karena alasan berlebihnya kapasitas lapas.
Alasan kedua penghapusan syarat JC ini juga dilakukan untuk menghilangkan kecemburuan akibat diskriminasi antara warga binaan berstatus JC dengan yang bukan.
Hal inilah yang menurut Lalola memperlihatkan adanya inkonsistensi pemerintah soal alasan penghapusan syarat JC.
"Perbedaan-perbedaan alasan ini menunjukkan bahwa pemerintah sendiri tidak mengetahui secara pasti apa yang mah diselesaikan lewat revisi PP 99/2012 maupun RPP Warga Binaan," kata Lalola.