Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/08/2016, 18:03 WIB

Oleh:
Bambang Usadi
Karobankum Divkum Polri; Atase/SLO Polri di KBRI Manila 2004-2007


Keberadaan Abu Sayyaf kembali menyita perhatian khalayak dan media di Indonesia lantaran selalu jadi aktor penyandera awak kapal WNI setidaknya empat kali dalam waktu berdekatan.

Tak perlu heran, sebelumnya kelompok ini sebenarnya akrab dengan drama penyanderaan warga asing dengan meminta tebusan sebagai kompensasi pembebasan sandera. Padahal Konvensi PBB 1929 (Konvensi Internasional Menentang Penyanderaan) menegaskan tidak menoleransi pemberian uang tebusan kepada tindak penculikan dan penyanderaan.

Pemerintah di wilayah sekitar kejadian terkesan tidak berdaya menghadapi perilaku penyanderaan, mengingat insiden tersebut masih terus berlangsung.

Setidaknya awak kapal WNI secara kumulatif jadi korban penyanderaan sebanyak tujuh kali dalam kurun 12 tahun terakhir, yang selama ini diklaim dilakukan kelompok Abu Sayyaf. 

WNI korban pertama Abu Sayyaf adalah sembilan anak buah kapal (ABK) Christian yang diculik di perairan Laut Sulu (akhir 2004), disusul penculikan tiga ABK kapal Bongaya berbendera Malaysia yang disergap di perairan antara pantai timur Sabah dan sebelah barat Tawi-Tawi di Kepulauan Sulu, 30 Maret 2005.

Selang 10 tahun kemudian terjadi drama penyanderaan 10 awak kapal tunda Brahma 12 pada 24 Maret 2015 disusul penyergapan kapal tunda Henry saat berlayar pulang dari San Fernando, Cebu, menuju Tarakan pada 14 April 2016.

Juga penyanderaan atas tujuh ABK kapal tunda Charles 001 yang melanggar larangan berlayar ke Filipina pada 21 Juni 2016, disusul penyanderaan tiga awak kapal penangkap ikan LLD113/5/F berbendera Malaysia pada 9 Juli 2016.

Terakhir, insiden penyanderaan kapten kapal nelayan penangkap udang Malaysia pada 3 Agustus 2016. Artinya, sampai saat ini awak kapal WNI yang disandera mencapai 11 orang.

Berbagai spekulasi muncul menyangkut upaya pembebasan sandera. Mulai dari pembebasan dengan menggunakan uang tebusan atau sebaliknya tanpa uang tebusan, siapa pihak yang berperan dalam pembebasan sandera, sampai dengan ada yang berspekulasi terjadinya penipuan dan penggelapan yang dilakukan ABK kapal dan berafiliasi dengan sindikat internasional menggunakan modus penculikan untuk mendapatkan uang tebusan miliaran rupiah.

Modus terakhir, seperti kasus penggelapan kapal tunda dan tongkang Martadini pada 2005. Kapal yang akan dijual ke Filipina oleh 16 ABK WNI itu melibatkan agen Singapura, Serawak, dan Filipina, dengan pembelinya-pengusaha papan atas Filipina-yang dikawal kelompok bersenjata Filipina selatan.

Upaya fungsional-teknis

Berbagai langkah yang dapat ditempuh Pemerintah Indonesia meliputi upaya fungsional dan teknis melalui beberapa pendekatan yang melibatkan kerja sama regional. Hal ini mengingat keterbatasan kewenangan yurisdiksi teritorial dan hukum dari tiap negara untuk memastikan tercapainya tujuan, manfaat, dan kepentingan bersama.

Pertama, Indonesia harus mampu mengefektifkan kerja sama trilateral yang sudah berjalan dengan Pemerintah Filipina dan Pemerintah Malaysia, baik secara diplomatik maupun pada level teknis, dengan melibatkan kekuatan negara dari unsur aparat pemerintah sipil (Departemen Luar Negeri, Imigrasi, Bea dan Cukai), militer, dan kepolisian.

Kedua, harus ada inisiasi Indonesia membuat nota kesepahaman (MOU) untuk sewaktu-waktu menggelar kerja sama operasi pembebasan sandera di wilayah Filipina yang dilakukan langsung oleh TNI dan tentara Filipina, ketika terjadi insiden penyanderaan WNI.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com