Menurut Anne, selama ini perempuan memang cenderung kurang memiliki akses (excluded) atas jabatan-jabatan publik. Jabatan publik didominasi kaum lelaki yang memiliki jaringan yang lebih kuat. Dengan demikian, tidak mengherankan jika jumlah perempuan yang menjadi pelaku korupsi relatif sedikit.
Peneliti Maria Fernanda Rivas dari University of Granada dalam penelitiannya yang berjudul ”An Experiment on Corruption and Gender” (2008) mengungkapkan, perempuan kurang korup dibandingkan dengan laki-laki. Ini disebabkan antara lain perempuan lebih berorientasi pada hubungan (relationship-oriented), lebih beretika, lebih peduli pada kebaikan bersama dibandingkan dengan laki-laki, dan lebih mudah mengorbankan keuntungan pribadi untuk kesejahteraan bersama.
Lantas, bagaimana melihat fenomena perempuan pelaku korupsi?
Muladi, mantan Menteri Kehakiman, dalam analisisnya menyebutkan, perempuan menjadi pelaku korupsi karena berada di dalam pusaran lingkungan yang tidak demokratis dan tidak mengindahkan rule of law. Lingkungan yang korup membuat korupsi semakin bersifat endemik.
Terlepas dari masih sedikitnya jumlah perempuan yang terlibat korupsi, saat ini tantangan terbesar adalah menjadikan perempuan ikut aktif mencegah tindak pidana korupsi.
Menurut Prasetyo, peran perempuan dalam hidup seorang lelaki sedemikian menentukan. Ia menyebutkan, jika ada suami atau anak-anak yang berhasil tumbuh menjadi besar, hebat, dan kuat, dipastikan di belakang lelaki itu ada sosok perempuan, baik istri maupun ibu yang juga hebat dan bermartabat.
Setujukah Anda?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.