JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nasir menilai, hukuman bagi koruptor seharusnya diperberat, bukan justru dimudahkan dalam mendapatkan remisi.
Hal itu diungkapkan Haedar menanggapi rencana pemerintah melakukan revisi PP No 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang salah satunya mempermudah syarat remisi bagi koruptor.
"Para koruptor itu harus memperoleh sanksi yang lebih maksimal," ujar Haedar, seusai membuka Rakernas I Majelis Pelayanan Sosial PP Muhammadiyah, di Hotel Grand Cempaka, Jakarta Pusat, Kamis (18/8/2016).
Menurut dia, korupsi merupakan persoalan krusial karena merusak sendi-sendi berkehidupan, berbangsa dan bernegara.
Korupsi, tegas Haedar, membuat orang miskin semakin tidak bisa menikmati hasil pembangunan.
Oleh karena itu, kajian yang dilakukan pemerintah terkait memudahkan remisi bagi koruptor itu dinilai Haedar tidak tepat.
"Inilah yang jadi problem kita. Kita sering mengambil langkah yang jadi masalah kontroversi yang tidak ke akar," kata dia.
Menurut Haedar, remisi bisa saja diberikan terhadap narapidana karena itu merupakan haknya. Namun, lanjut dia, pemberian remisi harus dilakukan dengan sangat selektif.
"Kejahatan-kejahatan yang lebih besar seperti korupsi, narkoba dan kejahatan kekerasan yang sadis memang seharusnya tidak memperoleh remisi, sebagai bagian komitmen pemerintah untuk berpihak pada penegakan hukum yang lebih tegak," ujarnya.
Pemerintah berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas PP No 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dalam draf revisi PP tersebut disebutkan bahwa ketentuan justice collabolator (JC) sebagai syarat remisi bagi pelaku tindak pidana korupsi, terorisme, dan narkotika, dihilangkan.
Dengan demikian, terpidana kasus tersebut bisa mendapat remisi dengan dua syarat pokok, yakni berkelakuan baik dan telah menjalani sepertiga masa pidananya.
Dikutip dari Kompas, alasan pemerintah merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012 karena lembaga pemasyarakatan yang ada sudah penuh.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia I Wayan Kusmiantha Dusak mengatakan, upaya revisi PP No 99/2012 itu mendesak dilakukan mengingat kondisi LP yang kian padat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.