Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ren Muhammad

Pendiri Khatulistiwamuda yang bergerak pada tiga matra kerja: pendidikan, sosial budaya, dan spiritualitas. Selain membidani kelahiran buku-buku, juga turut membesut Yayasan Pendidikan Islam Terpadu al-Amin di Pelabuhan Ratu, sebagai Direktur Eksekutif.

Indonesia Menggugat Dunia

Kompas.com - 18/08/2016, 11:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Sukarno sadar betul perjuangannya belum selesai. Bahkan masih panjang. Imaji kebangsaan yang sudah ia gadang sedari sekolah di HBS Surabaya, baru saja terejawantah. Surat yang ia bacakan, jelas ditujukan untuk dunia. Bukan Belanda atau Jepang.

Sejak berdiri membaca pembelaannya di Bandung, Sukarno telah meleburkan diri dalam gagasan besar kebangsaan. Sebab ia tidak menjuduli pembelaannya itu dengan Sukarno Menggugat.

Keyakinannya sebagai pemimpin besar revolusi, tumbuh kian membuncah. Purwarupa Manusia Indonesia Pertama tercitra pada dirinya. Ia kemudian dikenali sebagai Bung (Karno) Besar. Semua orang sama besar di hadapannya. Sebab tak ada orang kecil bagi Bung Besar.

Setiap anak negeri ini adalah orang orang besar yang berhak atas perjuangan Indonesia merdeka, termasuk para pelacur. Sebab tanah ini bukan tanah suci. Tanah ini tanah pusaka, yang menjaga siapa pun tumpah darahnya.

Bung Besar paham itu. Maka ia menjaga anak-anak Indonesia. Ia paham komunis. Tapi tidak membencinya. Ia tidak membela sosialis. Namun tidak juga menghinanya.

Bung Karno yang nasionalis sejati, hanya menghardik kapitalis, karena berusaha merebut tanah pusaka. Ia hanya menegur para penjajah, lantaran berusaha mengatur pemilik tanah pusaka. Ia hanya menegur Amerika, sebab berusaha melangkahi orang-orang Indonesia.

Jika ada orang kecil bagi Bung Karno, maka tak ada Marhaen di negeri ini. Jika ada orang kecil baginya, maka takkan ada Sarinah bagi kita. Jika ada orang kecil, tak juga ada Riwu Ga dan Darham dalam sejarah kita. Bahkan Sariko, sipir Belanda yang bertugas menjaganya di Banceuy, jatuh cinta pada revolusi Indonesia.

Bung Karno malah dengan sadar mengajak para pelacur Kota Kembang menjadi agen rahasianya dalam pendirian Republik—sebelum dibuang Belanda ke Ende. Masih dalam rangkaian pembuangan, di Padang pun ia mengajak dan mendidik barisan pelacur untuk mengelabui tentara Jepang.

Maka menjadi wajar ketika Bung Karno telah didapuk selaku presiden, fotonya dipajang secara terhormat di kamar rumah-rumah bordil. Ia mafhum. Sebab para pelacur itulah penyumbang dana bagi perjuangannya ketika masih memimpin Partai Nasional Indonesia di Bandung.

Sejarah telah membuktikan kemampuan unik Bung Karno membesarkan siapa pun orang yang berdekatan dengannya. Ia tak hanya rela didekati. Lebih dari itu, menerima dengan lapang dada dan hati yang terbuka.

Wajah Dunia yang Sama

LIMABELAS tahun usai kemerdekaan, Sukarno kembali menunjukkan kelasnya sebagai pemimpin kaliber dunia. Ia masih tampak gagah, berkacamata, berpeci hitam, dengan setelan jas dan celana pantalon putih, lengkap dengan jam merk Rolex melingkar di pergelangan tangan kanannya, saat naik ke podium paling terhormat sedunia pada Jumat, 30 September 1960.

Di hadapan para pembesar negara-bangsa yang hadir di gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Sidang Umum ke-XV itu, ia menyampaikan pidato sepanjang 47 halaman, berjudul “To Build the World Anew” (Membangun Tatanan Dunia Baru).

Pidato itu sarat tenaga perlawanan. Perwakilan dari suara jutaan manusia tertindas dari negerinya, bangsa Asia, dan juga Afrika. Pidato yang tak bertele-tele dan langsung menusuk jantung peradaban dunia pada paragraf keempatnya.

Mata para hadirin yang sebagian besar adalah presiden dari negara Eropa dan tentu Amerika, sontak kena colok oleh kobaran semangat yang ia gelorakan.

Saat itu, bahkan hingga kini, belum pernah ada lagi singa podium yang sanggup memaksa para penentu dunia mendengar suaranya yang menggelegar, dan meminta mereka melaksanakan manifesto yang ia bacakan. Ia seolah mengejawantah jadi pemimpin dunia sesungguhnya.

Lelaki sarat perbawa itu, yang usianya telah menginjak angka 59, masih perkasa dan bertaji baja. Lima tahun sebelumnya, ia mengajak para pendiri negara di Asia-Afrika berkonferensi di Bandung, demi menciptakan wajah dunia yang lebih cerah tinimbang apa yang telah dibangun oleh imperialisme dan kolonialisme.

Lalu di depan para kolonialis-imperialis moderen di PBB, ia mengaku jijik melihat tingkah polah bangsa kulit putih yang merasa mengungguli bangsa lain—terutama bangsanya, Indonesia.

Amerika, selaku negara pemenang Perang Dunia II, yang mengusung demokrasi, ia tusuk tepat di jantung peradabannya. Presiden pemberani itu mengatakan bahwa nasionalisme yang digemakan Declaration of Independence, adalah kakek imperialisme, dan bapaknya kapitalisme.

Sedang bagi bangsa Asia juga Afrika, nasionalisme telah memantik semangat pembebasan menuju kemerdekaan. Ia mengaku terilhami Lincoln, Lenin, Cromwell, Garibaldi, Mazzini. Namun tokoh yang dikaguminya adalah Sekao Toure, Nehru, Nasser, Norodom Sihanouk, Mao Tse Tung, dan Nikita Krustcev.

Ia menuding Amerika yang tak adil dengan menolak keanggotaan Tiongkok (sekarang China) di PBB. Ia pun mempertanyakan Amerika yang terus meniup gelora Perang Dingin dengan Uni Soviet.

Pada Jumat bersejarah itu, mata para pembesar Amerika dan Eropa terbeliak melihat seorang manusia Timur tampil begitu percaya diri. Lengkap dengan kecerdasan tutur dan rasio yang ia miliki.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com