Bayangkan bila orang itu terlanjur mengorbankan waktu dan tenaganya atau bahkan meninggalkan calon lainnya demi sesuatu yang sia-sia. Duh, sakitnya tuh di siniiiii...
***
Ngomong-ngomong soal PHP dan pilih memilih, hari-hari ini kita mendengar dua berita yang membuat saya terkenang dengan topik itu.
Yang pertama adalah calon anggota Paskibraka Gloria Natapradja Hamel yang batal dikukuhkan karena memiliki paspor Perancis, dan yang kedua Arcandra Tahar yang diberhentikan dari jabatan Menteri ESDM karena memiliki paspor Amerika Serikat.
Kasus keduanya memiliki kemiripan. Sama-sama dipilih untuk kegiatan atau posisi penting, namun sama-sama batal karena keduanya (pernah) memiliki paspor bukan Indonesia. Keduanya juga korban seleksi awal yang kurang cermat dan seolah diberi harapan palsu.
Bagaimana tidak? Gloria sudah merelakan waktu dan tenaga berlatih keras, berusaha lolos seleksi. Namun di saat terakhir ternyata namanya dicoret. Mengapa tidak dicoret sejak awal? Mengapa diikutkan latihan bersama calon lain bila ternyata dianggap tidak layak? Bagaimana seleksi awalnya?
Baca : Cita-cita Gloria Natapradja, Ingin Mengantarkan Bendera Pusaka ke Tiang Tertinggi
Pupusnya harapan tentunya menyedihkan. Menurut ibunya, Gloria merasa sakit hati dan dipermainkan lantaran digugurkan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2016.
Baca: Ibu Gloria: Anak Saya Sakit Hati, Merasa Dipermainkan
Sementara Arcandra konon meninggalkan jabatan dan gaji prestisius di AS karena dipanggil menjadi Menteri. Bahwa kemudian ada syarat yang tak bisa diterima, mengapa baru diketahui sekarang? Tidakkah lembaga negara yang berwenang meneliti asal-usul dan status seorang calon menteri?
"Ke depan, baiknya pengecekan lebih seksama supaya tidak menimbulkan kontroversi yang tidak perlu," kata Faisal.
Baca : Jokowi Copot Menteri ESDM Arcandra Tahar
Saya membayangkan, seandainya status kewarganegaraan Gloria maupun Arcandra diketahui sejak awal, dan dipertimbangkan apakah bisa terus diproses atau tidak, keduanya barangkali tidak perlu menanggung kekecewaan.
Mereka tidak perlu menjadi seperti calon pengantin yang tinggal sehari menuju pelaminan, namun kemudian batal dinikahkan karena ada sesuatu yang dianggap tidak sesuai kriteria calon mertua.
Dalam kasus keduanya, persoalan kewarganegaraan ini bukan salah atau benar, namun memenuhi kriteria atau tidak. Melanggar Undang Undang atau tidak. Bagian itu harusnya telah diseleksi sejak awal.
Lewat dua peristiwa itu, saya menemukan pembenaran dalam filosofi bibit, bebet, bobot. Bukan semata-mata untuk memilih yang terbaik, namun agar kita tidak menjadikan orang lain sebagai korban PHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.