Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kenyataannya, Keluarga Korban Hanya Jadi Komoditas Politik Presiden Jokowi"

Kompas.com - 11/08/2016, 18:41 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com- Presidium Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), Maria Katarina Sumarsih mengatakan, pada masa kampanye, Presiden Joko Widodo pernah berjanji kepada keluarga korban bahwa penyelesaian kasus HAM menjadi salah satu agendanya jika terpilih sebagai presiden.

Hal itu tertuang dalam kontrak politik dan dua butir pernyataan yang dimuat dalam Nawacita.

"Jokowi sudah berdusta kepada rakyatnya sendiri. Ada kontrak politik kepada rakyat, dua butir dalam Nawacita menyebut soal penyelesaian kasus HAM. Kenyataannya sekarang keluarga korban hanya jadi komoditas politik Presiden Jokowi," kata Sumarsih, saat ditemui pada Aksi Kamisan ke 454 di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (11/8/2016).

Namun, Sumarsih menilai, dengan memilih Wiranto sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Jokowi tak menunjukkan komitmen seriusnya untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM pada masa lalu.

Menurut ibu dari korban Tragedi Semanggi I BR Norma Irmawan itu, terpilihnya Wiranto, telah menodai Nawacita dan merupakan kemerosotan upaya penegakan hak asasi manusia (HAM).

Ia menilai, Wiranto turut bertanggung jawab terhadap beberapa kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia.

"Presiden Jokowi harus mencabut keputusannya dalam memilih Wiranto sebagai Menko Polhukam kalau memang pemerintah masih berkomitmen menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu," ujar Sumarsih,

Sumarsih berpendapat, kasus-kasus pelanggaran HAM pada masa lalu yang saat ini sedang ditangani oleh Kemenko Polhukam seperti kasus 1965, tidak akan berjalan di bawah kepemimpinan Wiranto.

Menurut dia, pengangkatan Wiranto sebagai salah satu menteri dalam Kabinet Kerja semakin memperkuat dan memperluas praktik impunitas.

Berdasarkan catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), kata Sumarsih, Wiranto dinilai bertanggung jawab dalam beberapa kasus pelanggaran berat HAM masa lalu.

Kasus itu seperti peristiwa 27 Juli 1996, Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II, Peristiwa kerusuhan Mei 1998 dan penculikan aktivis pro-demokrasi 1997-1998.

"Saya mempertanyakan revolusi mental dan Nawacita ini mau dibawa ke mana oleh Presiden. Kenapa Wiranto jenderal pelanggar HAM dipilih menjadi menteri?" kata Sumarsih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com