Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Mati Tak Turunkan Angka Pengguna Narkoba

Kompas.com - 01/08/2016, 06:05 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana, meminta Pemerintah segera mengevaluasi penerapan hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba.

Menurut Arif alasan Pemerintah menerapkan hukuman mati untuk memberantas peredaran narkoba sama sekali tidak terbukti.

"Hukuman mati tidak efektif untuk menguragi peredaran narkoba, yang terjadi justru pelanggaran atas hak hidup. Pemerintah harus meninjau ulang kebijakan hukuman mati," ujar Arif saat ditemui di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (31/7/2016).

Arif menjelaskan, berdasarkan data yang diperoleh LBH Jakarta dari Badan Narkotika Nasional (BNN) terdapat peningkatan jumlah pengguna narkoba.

Sementara, seperti diketahui pemerintah telah melaksanakan eksekusi mati terhadap belasan terpidana kasus narkoba. Data BNN menunjukkan pada tahun 2008 tercatat 3 juta orang yang menjadi pengguna narkoba.

Angka tersebut mengalami peningkatan menjadi 5,1 juta jiwa pada tahun 2015. Sedangkan, kata Arif, sejak tahun 2004 sampai 2014, tercatat pemerintah telah mengeksekusi 18 terpidana mati untuk kasus narkoba.

"Dari data tersebut terbukti bahwa hukuman mati tidak memberikan efek jerak dan bukan menjadi cara yang efektif dalam memberantas peredaran narkoba," kata Arif.

Selain itu Arif juga mengungkapkan beberapa alasan pemerintah harus segera memberlakukan moratorium kebijakan hukuman mati.

Pada tahun 2015, LBH Jakarta mengeluarkan laporan bahwa masih ditemukan pengabaian proses hukum yang adil (fair trial) dan intensitasnya cenderung meningkat.

Arif menyebut masih ada praktik penyiksaan yang dilakukan aparat penegak hukum saat melakukan proses penyelidikan dan penyidikan.

Seringkali, kata Arif, tahap pembuktian di persidangan hanya mendasarkan pada dokumen berita acara perkara (BAP), bukan dari hasil investigasi atau penelusuran lebih lanjut.

"Prinsip peradilan yang adil belum terjadi di Indonesia," ungkapnya.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, penerapan hukuman mati salah satu alasannya adalah karena peredaran narkoba di Indonesia sudah sangat memprihatinkan

(Baca: Jaksa Agung: Indonesia Sudah Menjadi Pusat Jaringan Sindikat Narkoba Internasional)

Saat ini, kata dia, Indonesia tidak lagi menjadi tempat transit, namun menjadi sasaran lahan usaha dan kegiatan jaringan mafia narkotika dalam menjalankan praktiknya.

"Indonesia sudah menjadi lahan usaha atau kegiatan mereka menjalankan praktik kejahatannya. Indonesia sudah menjadi negara produsen, importir, eksportir dan pusat jaringan narkoba internasional," kata Prasetyo.

Menurut Prasetyo, sindikat jaringan narkoba yang ada di Indonesia bekerja secara tersistematis.

Usaha mereka sudah merambah sampai ke daerah, tidak hanya di kota besar.

Korbannya pun semakin massif. Mulai dari anak sekolah, mahasiswa dan dosen.

Berdasarkan data yang diperoleh Kejaksaan Agung, korban penyalahgunaan narkoba mencapai 5 juta orang. Sebanyak 1,5 juta di antaranya tidak bisa disembuhkan.

"1,5 juta itu sudah menjadi sampah masyarakat, tidak bisa sembuh. Sekitar 40-50 orang setiap hari jadi korban," kata dia.

Kompas TV Inilah Terpidana Mati yang Belum Dieksekusi

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com