Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jumlah Anggaran Eksekusi Mati Dinilai Jadi Bukti Pemberantasan Narkoba Tak Serius

Kompas.com - 31/07/2016, 18:31 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dinilai tak serius memberantas peredaran narkoba. Anggapan itu tampak dari anggaran yang dialokasikan untuk mengeksekusi terpidana mati kasus narkoba yang tak sebanding dengan dana penyelesaian anggaran. 

"Pemerintah tidak berniat menegakkan hukum. Pemberantasan peredaran narkoba hanya omong kosong belaka. Untuk eksekusi satu orang anggarannya mencapai hampir Rp 500 juta," ujar pengacara publik sekaligus direktur YLBHI, Julius Ibrani saat memberikan keterangan di kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (31/7/2016).

Julius menjelaskan, berdasarkan hasil kajian, diketahui anggaran untuk eksekusi mati diberikan kepada dua institusi yakni, Kejaksaan Agung dan Polri.

(Baca: YLBHI Temukan Dugaan Penyimpangan Anggaran Eksekusi Mati)

Untuk mengeksekusi seorang terpidana mati, Kejaksaan Agung mendapat Rp 200 juta, sedangkan kepolisian mendapat Rp 247.112.000. Artinya dibutuhkan anggaran sebesar Rp. 447.112.000 untuk eksekusi.

Sementara untuk penyelesaian perkara, pemerintah menganggarkan maksimal Rp 6 juta bagi kepolisian dan Rp 3 sampai Rp 6 juta untuk kejaksaan.

"Bayangkan jika satu perkara mulai dari penyelidikan, penyidikan sampai penuntutan hanya diberikan Rp 6 juta tapi kenapa eksekusi mencapai Rp 500 juta. Anggaran untuk eksekusi lebih besar daripada untuk penegakan hukumnya," kata Julius.

Sementara itu Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Putri Kanesia berpendapat apabila Pemerintah serius dalam aspek penegakan hukum maka penerapan eksekusi mati tidak akan menjadi pilihan.

Pemerintah, melalui aparat penegak hukum, seharusnya fokus dalam mencari sejauh mana keterlibatan terdakwa terpidana mati dalam sindikat pengedar narkoba.

(Baca: Kuasa Hukum Terpidana Mati Ungkap Kejanggalan dan Dugaan Pelanggaran Jelang Eksekusi)

Putri pun menilai ada sesuatu yang ingin ditutupi oleh Pemerintah, mengingat empat terpidana mati yang dieksekusi pada tahap III merupakan saksi kunci dan dianggap mengetahui alur jaringan sindikat pengedar narkoba di Indonesia.

"Kalau mau pembenahan jangan dieksekusi, karena hanya memutus mata rantai sindikat. Saya melihat ada tanda tanya besar, kenapa dieksekusi secara terburu-buru. Apa karena ada pelanggaran hukum oleh aparat?" Ungkap Putri.

Seperti diketahui, empat terpidana mati dieksekusi di Lapangan Tembak Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (29/7/2016) dini hari. Mereka yang dieksekusi adalah Freddy Budiman, Seck Osmane, Michael Titus, dan Humphrey Ejike. Freddy adalah satu-satunya warga Indonesia, sementara tiga lainnya berasal dari Nigeria.

Kompas TV Inilah Terpidana Mati yang Belum Dieksekusi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

Nasional
Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Nasional
DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

Nasional
Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Nasional
Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Nasional
Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Nasional
LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus 'Justice Collaborator'

LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus "Justice Collaborator"

Nasional
Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Nasional
Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Nasional
Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Nasional
Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Nasional
Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nasional
TNI AL Sebut Sumsel dan Jambi Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster Keluar Negeri

TNI AL Sebut Sumsel dan Jambi Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster Keluar Negeri

Nasional
Ketua KPK Mengaku Tak Tahu-menahu Masalah Etik Nurul Ghufron dengan Pihak Kementan

Ketua KPK Mengaku Tak Tahu-menahu Masalah Etik Nurul Ghufron dengan Pihak Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com