Saat Orde Baru berjalan selama 32 tahun, Golkar terlalu bergantung dengan sosok Soeharto sehingga tak memikirkan kaderisasi yang sejatinya harus dilakukan oleh semua partai.
Pada era reformasi, Golkar juga masih terlalu bergantung dengan pemerintah yang berkuasa.
Meski kalah dalam pilpres, Golkar selama dua periode merapat sebagai koalisi pemerintahan SBY dan kini merapat ke Jokowi. Alhasil, kaderisasi di Golkar juga tidak berjalan maksimal.
"Ini menjadi evaluasi terhadap perjalanan Partai Golkar, kadernya belum ada yang mampu menjadi presiden. Ada yang salah dengan sistem kaderisasi Partai Golkar," kata Pangi, Jumat (29/7/2016).
Pangi pun menilai, Golkar kini tengah memainkan peran yang sama dengan mendeklarasikan dukungan ke Jokowi pada 2019.
Golkar, kata dia, ingin memastikan untuk tetap mendapat kekuasaan pada 2019 mendatang, meski bukan menduduki posisi kepala negara.
(Baca juga: Sekjen PPP Sebut Golkar Manfaatkan Elektabilitas Jokowi)
Ia menduga Partai Golkar hanya membidik posisi wapres dan sejumlah menteri dan posisi lain di pemerintahan.
"Sangat disayangkan partai sebesar Golkar tidak menentukan konstelasi politik nasional, belum berhasil menjadi partai penentu dan berhasil mengantar kader terbaiknya menjadi Presiden," ucap Pangi.
Sesuai slogan "karya kekaryaan", sejak berdiri pada 1964, Golkar memang selalu dituntut untuk berkarya di dalam pemerintah.
"Namun, sebagai parpol yang pernah berkuasa selama 32 tahun, tak berhasratkah Golkar untuk menempatkan kadernya sendiri menuju kursi RI 1?" ujar Pangi.