JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo selama ini dikenal kerap menggunakan momen-momen tertentu di dalam mengambil keputusan politik. Seakan ingin menyiratkan makna, keputusan itu diambil sejurus dengan peringatan peristiwa politik besar di masa lalu.
Hal itu setidaknya terlihat di dalam perombakan atau reshuffle Kabinet Kerja jilid II, Rabu (27/7/2016).
Pengumuman reshuffle yang dilangsungkan di Istana Negara itu bertepatan dengan peringatan 20 tahun peristiwa 27 Juli 1966 atau lebih dikenal sebagai Kudatuli.
"Presiden Jokowi dari dahulu memang mencari momen dan hari baik dalam setiap peristiwa penting. Ada banyak pesan dan makna di balik itu semua," kata pengamat politik UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago, dalam pesan singkat, Rabu (27/7/2016)/
Sejarah mencatat, peristiwa Kudatuli terjadi akibat dualisme kepemimpinan parpol yang berakibat pada timbulnya korban jiwa.
(Baca: Mengenang 27 Juli 1996, Ini Kronologi Penyerbuan Kantor DPP PDI)
Saat itu, Kantor DPP PDI yang berada di Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta, dan dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri, ingin dikuasai oleh pendukung Soerjadi.
Megawati merupakan ketua umum PDI berdasarkan hasil Kongres Surabaya pada 1993 untuk kepengurusan 1993-1998. Sedangkan Soerjadi terpilih berdasarkan hasil Kongres Medan pada 22 Juni 1996 untuk periode 1996-1998, sebulan sebelum Peristiwa 27 Juli terjadi.
Pangi mengatakan, peristiwa Kudatuli merupakan cikal bakal transformasi PDI menjadi PDI Perjuangan. saat itu, PDI Perjuangan menjadi sebuah kekuatan politik besar di era Orde Baru dan mampu bertahan dari berbagai tekanan politik yang terjadi.
(Baca: Jokowi Umumkan "Reshuffle" Kabinet, Ini Susunan Menteri Baru)
"Presiden ingin menyampaikan bahwa pasca reshuffle Jilid II, pemerintahan Jokowi semakin kuat dan menjadi kekuatan politik yang sulit dibendung. Tidak ada setelah itu yang bisa menyerang dan mencari-cari kelemahannya," kata dia.
Menjelang reshuffle jilid II kemarin, kata dia, pemerintah memang menghadapi tekanan yang cukup sulit. Hal itu tidak terlepas dari masuknya Partai Amanat Nasional (PAN) dan Golkar ke dalam partai pendukung pemerintahan.
Di satu sisi, Jokowi perlu mempertahankan kekuatan politik yang sudah dibentuk oleh jajaran parpol pendukungnya semasa Pemilu 2014 lalu. Di sisi lain, Jokowi perlu mengakomodir dua kekuatan baru tersebut guna memastikan bahwa dukungan yang mereka berikan dapat terus bertahan.
(Baca: PDI-P Tagih Janji Jokowi Tuntaskan Kasus 27 Juli 1996)
Dengan demikian, program kerja pemerintah yang telah dicanangkan dapat dipastikan berjalan dengan baik.
"Reshuffle jilid II adalah sinyal selesainya penyerangan dan pengepungan oleh 'lawan politik'. Masa-masa sulit sudah bisa dilewati dengan baik oleh pemerintahan Jokowi dan akan berujung happy ending. Presiden Jokowi tentu ingin pemerintahannya take off," ujar dia.
Dalam reshuffle kemarin, setidaknya12 posisi menteri dirombak. PAN dan Golkar masing-masing mendapat jatah satu kursi di kabinet.
Kader PAN, Asman Abnur didapuk sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, menggantikan Yuddy Chrisnandi.
Sementara politisi Golkar Airlangga Hartarto menggantikan Saleh Husin yang menjabat sebagai Menteri Perindustrian.
(Baca: Jokowi Umumkan Hasil "Reshuffle", Siapa Menteri yang Tergusur?)
Di sisi lain, meski kehilangan dua kursi, Hanura justru dinilai mendapat "ganti rugi" posisi menteri yang cukup strategis yaitu Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan. Tidak tanggung-tanggung, jabatan itu diberikan Presiden Jokowi kepada Ketua Umum Hanura, Wiranto.
Sementara itu, Partai Nasdem dan PKB yang sejak awal telah mendukung pencalonan Jokowi-JK, harus rela salah satu kadernya diganti. Meskipun, pengganti mereka juga berasal dari kader internal partai.
Posisi Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang sebelumnya dijabat oleh Marwan Jafar, kini dipegang oleh Eko Putro Sanjojo. Eko merupakan Bendahara Umum PKB yang juga sekaligus mantan salah satu deputi pada Tim Transisi.
Sementara itu, jabatan Menteri Agraria dan Tata Ruang harus dilepaskan oleh Ferry Mursyldan Baldan. Sebagai gantinya, Nasdem mendapat jatah Menteri Perdagangan yang dijabat oleh Enggartiasto Lukita. Enggar merupakan Ketua Bapilu Nasdem.
"Dengan penempatan struktur baru ini, Presiden sudah memahami realitas politik, sudah mahir dan lihai memainkan bandul politik dan sudah mulai menemukan polarisasi yang ideal," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.