Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Kaji Koruptor Dimiskinkan, Tak Dipenjara

Kompas.com - 27/07/2016, 06:13 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, saat ini pemerintah sedang mengkaji kebijakan mengenai bentuk hukuman bagi koruptor berupa pengembalian negara, penjatuhan penalti dan pemecatan dari jabatan.

Menurut Luhut, terkait rancangan kebijakan tersebut, Presiden Joko Widodo bersama Kemenko Polhukam dan Kemenkumham telah membentuk tim pengkaji.

Dengan adanya hukuman alternatif, Pemerintah bisa menyampingkan hukuman pidana penjara. Kebijakan ini dilatar belakangi asumsi bahwa koruptor tidak merasakan efek jera saat dipenjara.

"Kalau koruptor terbukti merugikan negara, kita bisa hukum dengan mengembalikan uang negara, ditambah penalti, dan pemecatan dari jabatannya. Kalau masuk penjara, maka penjara kita bisa penuh nanti," ujar Luhut di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (26/7/2016).

Selain itu, pertimbangan lain untuk tidak memenjarakan koruptor karena kondisi sel di Indonesia yang sudah tidak memadai untuk menerima tambahan narapidana dalam jumlah banyak.

Pemerintah, kata Luhut, juga sedang membandingkan praktik hukuman alternatif yang digunakan sejumlah negara lain terhadap para pelaku tindak pidana korupsi.

Namun, Menko Polhukam menerangkan pembahasan mengenai aturan ini masih pada tahap awal sehingga perlu lebih dimatangkan lagi konsep pemberian hukuman dan efek jeranya.

"Kita masih bicarakan masalah (hukuman) itu, saat ini masih terlalu awal," kata Luhut.

Sementara itu, ditemui secara terpisah Staf Khusus Menko Polhukam Bidang Politik dan Media Atmadji Sumarkidjo menjelaskan bahwa hukuman alternatif itu dimaksudkan untuk memiskinkan para pelaku tindak pidana korupsi.

Pemerintah sedang mengkaji apakah penyitaan aset yang dimiliki koruptor seperti rumah, tanah dan kendaraan bermotor bisa dimungkinkan.

"Hukuman alternatif ini dimaksudkan untuk memiskinkan para koruptor karena hukuman penjara saja dinilai tidak memberi efek jera," kata Atmadji.

Tak jera

Peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Vidhyandika Perkasa mengatakan bahwa sebagian besar masyarakat berpandangan bahwa fenomena korupsi saat ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dua tahun yang lalu.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh CSIS terhadap 3900 responden di 5 provinsi, sebanyak 66,4 persen berpendapat adanya peningkatan kasus korupsi.

Sementara 10,8 responden mengatakan, fenomena korupsi menurun dan 21,3 persen tidak mengalami perubahan.

Halaman:


Terkini Lainnya

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com