Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/07/2016, 16:09 WIB

Di Australia dan Portugal, misalnya, pemain diharap tidak menerobos masuk rumah atau tanah milik orang lain.

Holocaust Museum di Washington DC dan Auschwitz-Birkenau State Museum Polandia juga meminta tak ada yang bermain Pokemon Go di museum itu dengan alasan ketidakpantasan.

Hal serupa untuk larangan bermain Pokemon Go di tempat-tempat ibadah di Jepang. Belarus pun hanya mengingatkan warganya untuk tidak bermain Pokemon Go di kawasan rawan ranjau darat.

Korsel membatasi

Namun, di Korea Selatan yang memang melarang Google Map, permainan ini tak bisa digunakan.

Pemerintah Korea Selatan hanya membolehkan warganya bermain Pokemon Go di sebuah kota dekat perbatasan dengan Korea Utara, yakni Kota Sokcho. Sementara Malaysia dan Singapura tak merasa harus melarang permainan ini.

Damar menilai, tak perlu menggunakan Pokemon Go jika pihak asing ingin mengakses data dan gambar wilayah pertahanan. Google Map dan Google Earth memiliki peralatan dan akses yang lebih baik ketimbang sekadar gambar yang diambil dan dikirim via ponsel pintar.

Bahkan, peta pintar berbasis Google Map, seperti Waze sekalipun, bisa memotret kemacetan dan dikirim ke server-nya.

"Di mana server-nya? Sekarang di Google karena Waze dibeli Google," ujarnya.

Oleh karena itu, Damar lebih khawatir dengan metadata dari pemain yang bisa dijadikan sebagai bahan profiling oleh penjahat. Kendati Google menjamin proteksi pengguna akun Gmail, potensi ini tetap ada.

Produktivitas menurun

Di sisi lain, Guru Besar Sosiologi Universitas Gadjah Mada Prof Heru Nugroho melihat fenomena Pokemon Go ini sebagai masuknya hiburan ke ruang personal melalui gawai.

Masyarakat kini bisa mengubah mode bekerja ke bermain hanya dengan jentikan jari di layar sentuh ponsel pintar.

Ketika masyarakat mulai sibuk sendiri dengan gawai, Pokemon Go yang mengharuskan seseorang bergerak dengan "teropong" layar permainan di gawai untuk mencari Pokemon semakin menghipnotis semua kalangan.

"Orang seakan melayani mesin itu sendiri dan akhirnya terjadi dehumanisasi," kata Heru.

Namun, larangan belum tentu menjadi solusi. Sebab, gawai bisa dilihat sebagai pisau bermata dua. Gawai bisa digunakan untuk kerja yang lebih efisien. Di sisi lain, hiburan juga bisa diperoleh dari gawai dan ini menurunkan produktivitas.

Oleh karena itu, Heru menilai pemerintah semestinya mencerdaskan masyarakat, membuat masyarakat kritis dan mampu belajar dari bahaya permainan seperti kecelakaan, tidak bisa bekerja, dan lainnya.

Saat masyarakat memahami, popularitas Pokemon Go akan turun dengan sendirinya. (Nina Susilo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com