Namun, seluruhnya merupakan terpidana mati kasus narkoba.
"Kami ingin tunjukkan bahwa kami ini betul-betul concern untuk memerangi kejahatan narkoba yang makin masif, makin luar biasa," kata Prasetyo.
Tak ingin gaduh
Salah satu pertimbangan Kejaksaan Agung masih bungkam soal eksekusi mati ini karena tak ingin muncul kegaduhan di masyarakat.
Informasi seputar pelaksanaan eksekusi pun lebih tertutup dan senyap.
Prasetyo ingin situasi di Indonesia tenang hingga hari H pelaksanaan eksekusi.
Ia menekankan, penegakan hukum tetap berjalan, namun sebisa mungkin tak timbul masalah baru.
"Ya kita harus melihat situasi dan kondisi lingkungan juga dong. Kita ini hidup enggak sendirian. Suasana harus tetap ditenangin," kata dia.
Sementara, ditanya soal banyak kelompok masyarakat yang masih menolak hukuman mati, Prasetyo menganggap hal itu wajar.
"Kami tidak akan surut. Hanya (menunggu) timingnya saja. Tetap kami selenggarakan," ujar Prasetyo.
Selama pemerintahan Joko Widodo, pemerintah sudah menjalankan eksekusi terpidana mati kasus narkoba dalam dua gelombang.
Enam terpidana mati dieksekusi pada 18 Januari 2015.
Pada gelombang kedua, Rabu (29/4/2015), delapan terpidana mati juga dieksekusi.
Prasetyo sebelumnya menyebut anggaran untuk 18 orang terpidana mati yang akan dieksekusi tahun ini sudah disiapkan, meskipun dianggap masih ada sedikit penundaan karena beberapa faktor.
Salah satunya karena kondisi ekonomi negara yang belum stabil.
Padahal, masih ada 58 terpidana mati kasus narkoba dari total 152 terpidana mati yang terdiri dari jenis kejahatan lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.