Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Pelajaran dari Ibu lewat Ritual Jelang Lebaran

Kompas.com - 11/07/2016, 18:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Setelah melewati puasa sebulan penuh, tidak terasa, hari raya Idul Fitri akhirnya tiba. Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin mengumumkan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1437 H jatuh tepat pada tanggal 6 Juli 2016.   

Bagi mereka yang tinggal di Jakarta, hari-hari menjelang dan setelah Lebaran diingat sebagai “hari tanpa kemacetan nasional” di Ibukota tercinta.

Hari-hari mendekati hari raya idul fitri, selalu saja ditandai dengan kegiatan yang khas “menjelang lebaran”.   Demam THR (Tunjangan Hari Raya) melanda dimana-mana, demikian pula kegiatan yang hanya terjadi sekali sepanjang tahun, yakni “mudik lebaran”.  

Khusus di dalam lingkungan keluarga akan terlihat demikian banyak yang dikerjakan oleh Bapak Ibu dan anak-anak untuk menyongsong datangnya hari Lebaran.  Kegiatan khusus dan unik ini tentu saja diwarnai perubahan dari tahun ke tahun, menyesuaikan perkembangan jaman.

Banyak “kenangan manis” yang mengesankan dan sulit dilupakan kala saya menjalani masa kanak-kanak menjelang hari raya Lebaran.  Kenangan yang dipastikan akan tetap abadi dan tidak mungkin terulang kembali. 

Pada waktu saya masih bersekolah di SD, saat itu masih bernama Sekolah Rakyat atau SR  (di akhir tahun 1950 hingga awal tahun 1960an) bulan puasa benar-benar menjadi bulan idaman dalam arti sesungguhnya.  

Kala itu setiap menjelang bulan puasa tiba hingga beberapa hari setelah lebaran, anak-anak sekolah memperoleh libur panjang yang dikenal dengan liburan 40 hari.  Libur sangat panjang yang bila kita kenang saat ini menjadi satu hal yang sulit dipercaya. Libur sekolah 40 hari?   Namun itulah yang terjadi disaat itu.

Menjelang Lebaran, ayah dan ibu saya menjadi super sibuk mempersiapkan kedatangan hari raya, di tengah ibadah puasa dan tanpa ada pembantu. Ibu saya selalu membuat baju baru sendiri bagi anak-anaknya dari bahan  sangat sederhana yang dibeli bersama beberapa keperluan lebaran lainnya di toko “De zon” Pasar Baru atau  toko “Baba Gemuk” di Pasar Senen.  

Bahan pakaian sederhana yang dibelinya itu biasanya dicicil 2 atau 3 bulan sebelum bulan puasa.   Ibu saya membuat sendiri pola baju anak-anaknya yang sering disebutnya sebagai  “patroon”, sebelum memulai menjahit baju.  

Patroon digambar terlebih dahulu di atas kertas koran bekas, kemudian digunting di atas meja.   Dengan patron itulah ibu saya memotong bahan baju untuk saya dan kakak saya.  

Tentu saja , sebelumnya ibu mengukur sendiri ukuran badan anak-anaknya dengan meteran kain yang sudah disiapkan.  Saat itulah saya mengenal pensil merah  biru yang diperoleh ibu dari ayah saya untuk membuat patron baju.  

Potlod atau pensil merah biru adalah sebuah pensil dengan dua ujung yang dapat diraut dan masing-masing berwarna merah dan biru.  

Setelah bahan kain  selesai dipotong, potongan-potongan itu digulung dan dilipat sekaligus dengan patron dari koran bekas kemudian diikat serta ditandai dengan nama saya atau kakak saya.

Potongan itu disimpan terlebih dahulu sampai tiba saatnya ibu saya memiliki waktu luang untuk menjahit baju.  Dua minggu sebelum lebaran, terkadang juga sudah mepet beberapa hari jelang lebaran, baru ibu saya menjahit pakaian bagi saya dan kakak saya.  

Tradisi saat itu hari lebaran harus memakai pakaian baru. Pada masa anak-anak itulah saya dan kakak saya diajar ibu untuk membantu memasang kancing. Kakak dan saya harus memasang atau menjahit kancing baju masing-masing.  

Terkadang jari tertusuk jarum dan tidak jarang kancing yang terpasang miring-miring tidak segaris dengan lubang kancingnya, walau sudah diberi tanda.  

Ibu saya yang memotong dan menjahit sendiri baju termasuk membuat lubang kancingnya.   Anak-anak dipastikan tidak akan bisa menjahit lubang kancing yang sangat rumit. Saat itu belum ada mesin jahit pembuat lubang kancing.  

Lubang kancing harus di jahit tangan, dan ibu saya sangat mahir membuat lubang kancing yang terkadang dilakukannya sampai berhari-hari baru selesai. 

Saya dan kakak saya selalu menunggui ibu saya menyelesaikan perkerjannya membuat baju.   Saya sering protes mengapa baju kakak saya yang selesai duluan, dan ibu saya selalu berkata karena dia adalah kakak saya, kakak yang lebih tua dari saya.  

Saat ibu membuat baju, kakak saya dan saya biasanya siap di dekat ibu untuk membantu.   Membantu mengambilkan gunting, membersihkan meja bekas memotong patroon, menggulung benang di “sekoci”, kelos kecil untuk di bawah jarum jahit di mesin jahit dan juga membantu memasukkan benang ke lubang jarum.  

Ibu saya sedikit kesulitan untuk melihat lubang jarum yang sangat kecil itu.   Anak-anak diajarkan agar mudah memasukkan benang ke lubang jarum yaitu dengan memotong ujung benang dengan arah yang sedikit miring, kemudian dibasahi sedikit agar mudah untuk diarahkan masuk kedalam lubang.  

Ibu menjahit dengan mesin jahit “singer” yang digerakkan dengan kaki.   Setiap mendengar suara mesin jahit berbunyi, saya dan kakak saya berlari-lari mendekat, sekedar mengecek saja baju siapa gerangan yang tengah dijahit.  Kemudian bertanya terus , kapan kelarnya Mak, kapan kelarnya?  

Ibu saya selalu dengan tenang dan tersenyum menjawab sabar ya , sabar ya, besok kelar. Ibu saya menyelesaikan sebuah baju sampai berhari-hari, karena harus menyambi banyak pekerjaan rumah tangga lainnya.

Selain membuat baju baru untuk anak-anaknya berlebaran, ibu saya juga membuat kue-kue lebaran sendiri.  Yang dibuat biasanya kue semacam lapis legit dan kue kering yang dipanggang di sebuah “oven” kuno yang diatasnya diberi arang panas agar kue matang merata bawah dan atasnya.   Karena saat itu belum ada “blender” maka tugas anak-anak mengocok adonan telur dan tepung dalam sebuah baskom dengan menggunakan pengocok adonan yang berbentuk seperti “pegas” yang dibuat agar dapat lentur.  

Yang menyenangkan adalah saat melihat ibu mencetak kue keringnya dengan cetakan kue.  Sesekali anak-anak diberi kesempatan mencoba juga mencetak kue.  Ada pola-pola bintang, segi empat dan lingkaran seperti pada umumnya kue kering yang kita kenal sampai dengan saat ini.  

Di saat ibu kecewa bila kue nya gosong atau agak coklat gelap warnanya karena terlambat diangkat, saya dan kakak saya justru gembira, karena kue itu menjadi jatah anak-anak untuk dimakan.   Kue gosong disisihkan , tidak dimasukkan kedalam “toples’ yang disiapkan untuk hari lebaran.

Untuk persiapan lebaran, selain membuat baju dan kue , ibu saya selalu menyiapkan sendiri ketupat, opor ayam, rendang dan juga membikin sendiri “kacang bawang”.   Ritual ini sudah menjadi kegiatan rutin dan anak-anak sudah memperoleh “porsi” sendiri untuk kegiatan masing-masing.  

Kegiatan yang dengan senang hati dilakukan , tentu saja karena merupakan kegiatan dalam mengisi liburan 40 hari.   Daun pembuat ketupat, ibu membeli sendiri ke pasar Petojo dan sampai di rumah menjadi tugas anak-anak mengisi beras ke dalam daun ketupat setelah dibersihkan.  

Saya masih ingat takarannya adalah sepertiga sampai mendekati setengah dari isi daun ketupat.   Saya sudah lupa, apakah yang dibeli itu daun bahan pembuat ketupat atau sudah jadi atau dalam bentuk ketupat.  

Yang masih jelas dalam ingatan saya adalah ibu saya pandai membuat kelongsong ketupat dari daun kelapa dengan merajutnya sendiri.  Ibu saya pernah mengajarkan saya dan kakak saya namun saya tidak pernah bisa melakukannya sampai selesai, separuh jalan dan ketupat biasanya rusak berantakan. 

Malam lebaran , ibu saya bisa dikatakan tidak tidur sama sekali, karena harus memasak opor ayam, rendang dan ketupat.  Ketupat biasanya baru masak pagi hari menjelang subuh, dan diangkat dari dandang setelah direbus atau dikukus dan kemudian diangkat untuk disusun rapi di sebuah “tampah”.

Ayah saya selalu menjadi “algojo” penyembelih ayam. Kami biasanya menyembelih 1 atau terkadang 2 ekor ayam yang sudah dibeli beberapa minggu sebelum lebaran.  Setiap upacara potong ayam, saya, kakak  dan ibu selalu menyaksikan bersama-sama.  

Setelah memastikan ayam sudah mati, ibu memasukkannya dalam baskom besar yang kemudian diseduh dengan air mendidih.   Tugas saya dan kakak saya mencabut bulu ayam hingga bersih dan siap dipotong-potong.  

Kami selalu “asyik” nonton bagaimana terampilnya ibu memotong-motong badan ayam, mengeluarkan “jeroannya” , kemudian membagi potongan-potongan badan ayam untuk dibuat opor atau gulai.  

Tugas anak-anak adalah membantu membuat santan, memarut kelapa dengan alat khas yang sekarang sudah tidak ada lagi.  Sebuah papan panjang dilengkapi dengan besi di ujungnya yang diberi gerigi.  Kelapa yang dibelah dua utuh dengan batoknya kemudian dikukur pada kepala besi itu untuk menjadi kelapa parut bahan pembuat santan.  

Opor ayam dibuat sendiri oleh ibu saya. Rendang yang terdiri dari adonan santan dan bumbu serta potongan daging dipanggang dalam sebuah wajan besar. Setengah jalan separuhnya diangkat menjadi “gulai” dan setengahnya lagi diteruskan hingga berwarna coklat gelap nyaris hitam menjadi “rendang”.  

Menjadi tugas anak-anak membantu membalik-balik adonan gulai rendang itu agar tidak menjadi gosong bagian bawahnya.

Masih ada lagi pekerjaan lainnya, yaitu membuat kacang bawang. Kacang tanah yang dibeli ibu di pasar, diletakkan di sebuah baskom besar kemudian diseduh dengan air mendidih setelah dicuci bersih.  Saya dan kakak saya harus mengupasnya satu persatu.  

Bayangkan betapa lamanya pekerjaan itu dikerjakan oleh anak kecil.  Tetapi saat itu saya dan kakak saya mengerjakannya dengan penuh suka cita, menjelang lebaran dalam libur panjang sekolah.  

Keesokan harinya, baru ibu saya menggoreng kacang yang terbagi dalam beberapa kuali menyesuaikan ukuran wajan yang digunakan dan porsi minyak gorengnya.  

Saya dan kakak saya selalu diusir jauh-jauh, saat ingin sekali menyaksikan kacang yang digoreng yang terkadang meletup-letup terendam minyak panas. 

Selesai digoreng, kacang dikumpulkan dalam sebuah wadah besar, kemudian ibu menyiapkan bawang gorengnya.  Bergiliran saya dan kakak saya ikut mengiris bawang merah. Agar mata tidak pedih, maka kami harus mengambil jarak dari papan pengiris bawang.

Itulah ritual menjelang lebaran di masa kanak-kanak saya, yang dipastikan tidak ada lagi dan tidak akan pernah terulang kembali. Di masa-masa seperti ini, semua itu terkenang kembali, betapa indah masa kanak-kanak.  

Terlebih dari itu, saya menyadari betapa ibu saya sebenarnya memang seorang “super duper woman”.  Bayangkan pada setiap  lebaran, ibu saya menjahit sendiri baju-baju baru untuk anak-anaknya, menyiapkan makanan sendiri opor, rendang, ketupat dan sekaligus membuat sendiri “kue lebaran” dan kacang bawang. 

Semua dikerjakan dengan senang hati serta sesekali penuh canda dan selalu melibatkan anak-anaknya pada setiap pekerjaan yang dilakukannya. Walau kami tidak banyak membantu  tentu saja, akan tetapi di balik itu sebenarnya ibu saya mendidik anak-anaknya untuk “mandiri”.  

Saya sangat mengagumi dan sangat menghormati ibu saya dan ayah saya tercinta… (terimakasih mamak, ayah, mohon maaf lahir dan batin). 

My mother was the most beautiful woman I ever saw. All I am I owe to my mother. I attribute all my success in life to the moral, intellectual and physical education I received from her . (George Washington)

Saya selalu berdoa di setiap akhir sholat saya, agar Allah yang maha kuasa mengampuni dosa-dosa ayah dan ibu saya serta memberikan tempat yang layak disisinya, sesuai dengan amal dan ibadahnya.

Kepada seluruh pembaca, saya sampaikan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1437 H. Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Chappy Hakim

5 Juli 2016

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com