Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/07/2016, 16:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan, dana optimalisasi dihapuskan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara karena ditengarai jadi lahan bancakan anggota DPR.

Sejumlah legislator diduga jadi makelar dengan dalih memperjuangkan dana itu untuk proyek tertentu.

Dana optimalisasi yang dalam APBN Perubahan 2016 besarnya Rp 58,36 triliun merupakan dana yang berasal dari perubahan asumsi makro, kenaikan target pendapatan negara, atau efisiensi belanja negara.

Dana itu biasanya dipakai untuk tambahan belanja kementerian dan lembaga negara serta belanja transfer daerah.

Proyek yang "diatur" anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, I Putu Sudiartana, yang ditangkap KPK pada Selasa (28/6/2016) lalu ditengarai dibiayai dari dana optimalisasi. Proyek itu adalah 12 ruas jalan di Sumatera Barat senilai Rp 300 miliar.

(Baca: Kronologi Penangkapan Politisi Demokrat I Putu Sudiartana oleh KPK)

Dalam "upaya" mengatur kasus ini, Putu yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK diduga menerima suap Rp 500 juta.

Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, Kamis (30/6)/2016, menuturkan, sudah ada beberapa contoh kasus korupsi yang memanfaatkan dana optimalisasi. Misalnya, kasus bekas anggota Komisi V DPR, Damayanti Wisnu Putranti, yang ditangkap KPK pada Januari 2016 karena menerima suap terkait proyek jalan di Maluku.

Bekas anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, Wa Ode Nurhayati, menerima suap karena mengupayakan beberapa kabupaten masuk dalam daftar penerima alokasi dana penyesuaian infrastruktur daerah tahun 2011.

Pengaruh

Anggota Banggar DPR dari Fraksi Partai Hanura, Dadang Rusdiana, mengatakan, pada prinsipnya alokasi detil dana optimalisasi ditentukan oleh Kementerian Keuangan dan Banggar DPR.

Namun, dalam perumusannya, anggota DPR yang memiliki jaringan dan koneksi luas bisa memengaruhi keputusan pemerintah saat menentukan detil dana optimalisasi. Anggota DPR bersangkutan bisa merupakan anggota Banggar atau tidak.

(Baca: Putu Sudiartana Anggota DPR Ketujuh yang Jadi Tersangka KPK)

Anggota DPR yang berperan sebagai makelar menghubungi pemerintah daerah atau pengusaha di daerah tertentu yang direncanakan akan mendapatkan aliran dana optimalisasi.

Anggota Dewan tersebut meminta pemda atau pengusaha terkait untuk mengajukan proposal yang berikutnya akan ia perjuangkan melalui kemampuan lobi ke pemerintah pusat.

Biasanya, sebagai balas jasa, anggota DPR bersangkutan mendapat uang pelicin atau suap dari pengusaha atau pemerintah daerah yang berkepentingan mengerjakan proyek.

"Sistem yang dibangun seperti apa pun akan tetap bisa diterobos oleh oknum-oknum pemain di DPR. Celah permainan itu akan selalu ada," kata Dadang.

Anggota Banggar dari Fraksi Partai Nasdem, Johnny G Plate, menambahkan, permainan bisa saja terjadi di panitia kerja APBN karena dana optimalisasi dibahas dan diputuskan di panitia kerja.

"Namun, biasanya celah untuk melobi itu ada di luar pembahasan panitia kerja. Justru ketika sampai di panitia kerja, semua terkesan sudah sesuai aturan," ujarnya.

Ketua Komisi V Fary Djemi Francis mengatakan, proyek 12 ruas jalan di Sumatera Barat yang diatur Putu tidak pernah dibahas di Komisi V saat awal pengusulan dari mitra kerja. Proyek tersebut baru muncul setelah pembahasan dilanjutkan di Banggar bersama pemerintah.

(Baca: KPK Temukan Sejumlah Celah Potensial Korupsi dalam Dana Optimalisasi)

"Komisi V juga tidak tahu bagaimana detilnya karena kami tidak pernah membahas proyek jalan di daerah dalam pembahasan awal. Kalau seperti itu, ada kemungkinan itu adalah dana belanja transfer daerah yang dibahas di Banggar," kata Fary.

Sementara itu, Johnny Plate menjelaskan, proyek 12 ruas jalan di Sumatera Barat yang diatur oleh Putu masuk ke dalam pos belanja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Proyek tersebut kemungkinan dimasukkan lewat jalur dana optimalisasi di panitia kerja di Banggar karena tidak muncul saat usulan awal di komisi.

Mekanisme penganggaran

KPK mengusulkan penghapusan dana optimalisasi. Hasil kajian KPK terhadap dana optimalisasi pada APBN 2014 telah menunjukkan adanya potensi korupsi program-program titipan di kementerian dan lembaga lewat dana optimalisasi.

Hal ini terindikasi antara lain dari analisis KPK terhadap pratinjau atas proses dan perencanaan serta pemanfaatan dana optimalisasi APBN 2014 yang menunjukkan ada program atau kegiatan dengan dana optimalisasi yang tidak diusulkan kementerian atau lembaga.

(Baca: Menurut Wakil Menkeu, Penggunaan Dana Optimalisasi Perlu Ditinjau Ulang)

Selain itu, ada pula program yang belum diusulkan ke Kementerian Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional serta tidak sesuai rencana strategis. Sebagian hasil akhir program yang menggunakan dana optimalisasi tidak jelas atau tidak terukur.

Secara umum, KPK juga mendorong agar ruang-ruang "gelap" dalam penganggaran di DPR yang kerap dimanfaatkan makelar proyek bisa ditutup.

KPK berencana mengusulkan pembentukan tim untuk mengobservasi tahap-tahap krusial penganggaran sekaligus penghapusan dana optimalisasi dari APBN karena rentan disusupi proyek "ijon".

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan, KPK hendak mengusulkan pelibatan tim KPK sebagai pemantau dalam setiap pembahasan anggaran di Komisi V yang mengurusi infrastruktur.

Dia berharap Komisi V bisa memberikan informasi tahapan-tahapan pembahasan yang rawan korupsi sehingga KPK bisa mencegah sebelum terjadi korupsi.

"Kami sadar KPK tak punya kewenangan untuk ikut campur dalam urusan internal DPR. Tetapi, jika diminta, KPK siap membantu agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi di masa depan," kata Laode.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng menuturkan, pengawasan dalam proses perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran memang harus diperketat.

(Baca: Politisi Kembali Dijerat KPK, Seharusnya Ada Aturan Potong Jatah Kursi di DPR)

Robert juga mengingatkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2014, bahwa DPR tidak lagi memiliki kewenangan sampai kegiatan dan jenis belanja, harus dijalankan.

"Dengan putusan MK itu, DPR tidak boleh membahas anggaran sampai detail proyek. Sesuai ketentuan, kewenangan DPR adalah pada politik anggarannya. Artinya, tugas DPR adalah memastikan agar politik anggaran sesuai dengan prioritas pembangunan nasional," kata Endi.

Namun, tertangkapnya Putu dan beberapa anggota DPR lainnya oleh KPK karena menerima suap terkait proyek tertentu menunjukkan bahwa anggota DPR masih bermain sampai detail proyek.

Ketua DPR Ade Komarudin menyatakan tidak keberatan apabila pengawasan terhadap proses pembahasan anggaran ditingkatkan.

"Mungkin bisa ditingkatkan pengawasan terhadap proses pembahasan anggaran, mulai dari komisi sampai Banggar. Pencegahan diperlukan karena celahnya selalu di sekitar itu," kata Ade.

Jika dana optimalisasi terbukti lebih banyak membawa praktik korupsi di DPR, Ade mengusulkan hal itu diatasi melalui model penganggaran dan penentuan asumsi makro yang lebih tepat.

"Tentu, hal ini harus saya bicarakan dengan pimpinan DPR yang lain, serta dengan Menteri Keuangan," ujar Ade.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil menuturkan, agar anggaran negara tidak menjadi ladang korupsi, pemerintah berupaya memfokuskan diri pada dana dan program yang menjadi prioritas.

Pemerintah juga menetapkan laci anggaran yang sama di tingkat pusat dan daerah. (AGE/LAS/NDY/NAR/GAL)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Juli 2016, di halaman 1 dengan judul "Dana Optimalisasi Menjadi Bancakan".

Kompas TV KPK Tangkap Tangan Politisi Partai Demokrat (Bag 2)

Kompas TV Masyarakat Anggap DPR Lembaga Terkorup

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com