Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua DPR Sebut Penyandera WNI di Filipina Bukan Kelompok Ideologis Abu Sayyaf

Kompas.com - 24/06/2016, 14:28 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ade Komarudin mendapat informasi dari intelijen terkait kelompok perompak yang menyandera tujuh WNI di Laut Sulu, Filipina, Rabu (22/6/2016).

"Saya sampaikan sebelumnya, saya dapat informasi dari intelijen, ini bukan kelompok Abu Sayyaf karena ideologis, tetapi sempalan Abu Sayyaf yang pragmatis," ujar Akom, sapaan akrabnya, saat diwawancarai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (24/6/2016).

Dia pun mengingatkan agar pemerintah secepatnya menangani kasus penyanderaan tersebut. Pasalnya, kasus penyanderaan di perairan Filipina tersebut sudah tiga kali terjadi.

(Baca: Menlu Benarkan 7 WNI Disandera Kelompok Bersenjata Filipina di Laut Sulu)

"Saya percaya kepada aparat yang menangani sudah punya langkah-langkah yang sebelumnya terbukti efektif," kata dia.

"Tetapi, saya ingatkan jangan sampai lengah dan kalau bisa prosesnya dipercepat, apalagi kalau memang sudah tahu apa yang harus dilakukan untuk masalah sandera," kata Akom.

Akom menyatakan, pemerintah harus berada dalam satu komando dalam menyelesaikan permasalahan ini. Penyelesaian masalah ini membutuhkan langkah yang sistematis.

(Baca: Ini Alasan Pemerintah Lambat Verifikasi Info 7 WNI yang Disandera)

Akom juga mengatakan, pemerintah tak perlu mengerahkan kekuatan militer untuk menyelesaikannya karena menurut dia ini merupakan tindakan premanisme yang bisa diselesaikan melalu cara persuasif.

"Yang jelas harus kerja sama dengan pemerintah setempat agar tak berulang lagi karena ini menyangkut keamanan nasional wilayah perairan Filipina," tutur dia.

Tujuh WNI yang disandera merupakan anak buah kapal (ABK) TB Charles 001 dan kapal tongkang Robi 152. Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menyebutkan, penyanderaan tersebut terjadi di Laut Sulu. Penyanderaan, lanjut dia, terjadi dalam dua waktu berbeda, pada 20 Juni 2016.

Saat terjadi penyanderaan, kapal tersebut membawa 13 orang ABK.

Pada Rabu (24/6/2016), Panglima TNI sempat membantah kabar penculikan terhadap warga negara Indonesia (WNI) oleh kelompok Abu Sayyaf.

Padahal, kabar soal WNI yang disandera ini sudah diungkapkan salah satu keluarga ABK kepada media.

(Baca: Tujuh WNI Kembali Disandera, Pemerintah Lanjutkan Moratorium Ekspor Batubara ke Filipina )

Megawati mengaku dihubungi oleh suaminya, Ismail, yang merupakan juru mudi yang turut disandera.

Pada Rabu (22/6/2016), Megawati menuturkan, tepat pukul 11.00 Wita hari itu, teleponnya berdering dan terlihat nomor panggilan dari Jakarta.

Ketika diangkat, ternyata suaminya, yang menghubunginya dengan nada tergesa-gesa. Suaminya memerintahkan Mega untuk mencari wartawan, kepolisian setempat, Pemerintah Indonesia, dan pihak PT PP Rusianto Bersaudara.

"Saya dikabari tergesa-gesa, saya kaget tidak sempat tanya apa kabarnya, bagaimana nasibnya. Dia cuma minta dicarikan wartawan, kepolisian, pemerintah, dan perusahaan," kata Mega, Rabu.

"Di akhir komunikasi, suami bilang harus disiapkan uang 20 juta ringgit sebagai uang tebusan. Kami sudah ke perusahaan, tetapi masih belum ada kejelasan," ujarnya.

Kompas TV ABK TB Charles Diduga Disandera Abu Sayyaf
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 30 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pakar Sebut Penyitaan Aset Judi Online Bisa Lebih Mudah jika Ada UU Perampasan Aset

Pakar Sebut Penyitaan Aset Judi Online Bisa Lebih Mudah jika Ada UU Perampasan Aset

Nasional
Eks Pejabat Kemenkes Sebut Harga APD Covid-19 Ditentukan BNPB

Eks Pejabat Kemenkes Sebut Harga APD Covid-19 Ditentukan BNPB

Nasional
Transaksi Judi 'Online' Meningkat, Kuartal I 2024 Tembus Rp 101 Triliun

Transaksi Judi "Online" Meningkat, Kuartal I 2024 Tembus Rp 101 Triliun

Nasional
Hari Ini, Gaspol Ft Sudirman Said: Pisah Jalan, Siap Jadi Penantang Anies

Hari Ini, Gaspol Ft Sudirman Said: Pisah Jalan, Siap Jadi Penantang Anies

Nasional
Habiburokhman: Judi 'Online' Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Habiburokhman: Judi "Online" Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Nasional
Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Nasional
Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Nasional
Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Nasional
Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Nasional
Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Nasional
Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Nasional
Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Nasional
Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com