JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai, langkah Presiden Joko Widodo meninjau langsung wilayah Natuna, pascapelanggaran kapal nelayan China atas hak kedaulatan Indonesia di sana, merupakan langkah tepat.
Menurut Hikmahanto, persoalan yang terjadi di Natuna, Kepulauan Riau, bukan hanya sekadar persoalan pertahanan negara semata. Namun, juga soal kedaulatan Indonesia atas sumber daya alam yang ada di dalamnya.
"Kita harus bicara sumber daya alam di sana, bukan lagi bicara itu wilayah Indonesia atau bukan. Karena Natuna itu memang hak berdaulat kita, Indonesia," ujar Hikmahanto saat dihubungi Kompas.com, Kamis (23/6/2016).
Oleh sebab itu, ia mengapresiasi pernyataan pihak Istana bahwa kunjungan Jokowi ke Natuna tersebut adalah untuk mengembangkan potensi-potensi ekonomi. Hikmahanto menilai, pendekatan itu sangat tepat.
(baca: Jokowi Prioritaskan Pengembangan Kawasan Natuna)
"Jangan sampai sumber daya alam yang bermakna bagi kita adalah ekonomi, diklaim juga oleh China," ujar Hikmahanto.
Ia sekaligus menegaskan bahwa tidak ada sengketa wilayah antara Indonesia dengan China di Natuna. Sebab, China mengakui bahwa perairan yang sering diterobos nelayannya adalah 'traditional fishing ground'.
Padahal, istilah itu tidak diakui dalam UNCLOS atau hukum laut internasional.
(baca: Kapal China Sering Terobos Batas, Pangkalan Militer di Natuna Diharapkan Segera Selesai)
Presiden Jokowi terbang ke Natuna, Kamis pagi. Jokowi dijadwalkan menggelar rapat terbatas di KRI Imam Bonjol-383 yang berlayar di perairan Natuna, Kepulauan Riau.
"Presiden menggelar rapat terbatas di sana karena ingin melihat secara langsung kondisinya. Sehingga, rencana pengembangan akan lebih terarah, jelas dan sesuai kondisi yang diharapkan," ujar Tim Komunikasi Presiden Ari Dwipayana dalam siaran persnya.
Sektor kelautan, perikanan dan wisata bahari adalah sektor yang menjadi sasaran pengembangan.
"Pengembangan di sektor-sektor itu diharapkan mampu memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan rakyat Indonesia, khususnya di Kabupaten Natuna, Provinsi Riau," lanjut dia.
Kunjungan kerja ini tak lama setelah peristiwa pencurian ikan oleh kapal berbendera China di kawasan Natuna.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung sebelumnya mengatakan, kunjungan Presiden membawa pesan bahwa perairan Natuna adalah wilayah Indonesia dan tak bisa diganggu gugat oleh negara manapun, termasuk China.
(baca: Jokowi Akan ke Natuna untuk Tegaskan Kedaulatan NKRI)
TNI AL menangkap kapal berbendera China, Han Tan Cou 19038, beserta tujuh awak kapal. Kapal itu salah satu dari 12 kapal yang mencuri ikan di kawasan Natuna.
Dalam penangkapan kapal tersebut, Kapal Coast Guard China sempat meminta Han Tan Cou dilepaskan. Namun, permintaan itu tidak digubris.
Dalam protes yang dimuat kantor berita Prancis AFP, jubir Kemlu China mengatakan, perairan Natuna termasuk wilayah penangkapan ikan tradisional mereka sehingga penangkapan tersebut melanggar hak.
Sementara itu, seperti dikutip dari Kantor Berita Xinhua, Tiongkok menyebut status Natuna masih belum jelas karena diklaim oleh Tiongkok dan Indonesia.