JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana melakukan eksekusi mati gelombang ketiga terhadap terpidana mati kasus narkotika.
Namun, eksekusi mati gelombang tiga ini terasa lebih "senyap".
Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan, pemerintah menginginkan eksekusi kali ini jauh dari kegaduhan.
Hal yang sama juga diungkapkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan.
Informasi seputar pelaksanaan eksekusi pun lebih tertutup. Apa yang ditakutkan pemerintah dari kegaduhan yang timbul dari eksekusi kali ini?
"Ya kita harus melihat situasi dan kondisi lingkungan juga dong. Kita ini hidup enggak sendirian. Suasana harus tetap ditenangin," ujar Prasetyo kepada Kompas.com, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (21/6/2016) malam.
"Kami memang menegakkan hukum. Tapi tidak mesti menimbulkan masalah baru," lanjut dia.
Prasetyo mengakui, kekhawatiran akan kegaduhan itu muncul karena ada terpidana mati yang masuk daftar eksekusi, tetapi masih melakukan upaya hukum.
"Ya antara lain itu, ada proses hukum yang mesti dituntaskan. Sebab proses hukum kan tidak singkat. Apalagi hukuman mati, ada hak yang harus dipenuhi semua," ujar Prasetyo.
Dari deretan terpidana mati, ada dua orang yang jadi sorotan karena proses hukumnya belum rampung.
Pertama, gembong narkoba Freddy Budiman yang tengah mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Kedua, Mary Jane, warga negara Filipina yang menurut hakim terbukti menyelundupkan narkotika ke Indonesia.
Kepolisian Filipina masih menjadikan Mary Jane sebagai saksi perkara perdagangan manusia.
Ketika ditanya, apakah Freddy dan Mary Jane masih dalam daftar eksekusi, Prasetyo memilih tak menjawab. Ia melambaikan tangannya dan bergegas memasuki mobil yang membawanya meninggalkan Istana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.