Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ren Muhammad

Pendiri Khatulistiwamuda yang bergerak pada tiga matra kerja: pendidikan, sosial budaya, dan spiritualitas. Selain membidani kelahiran buku-buku, juga turut membesut Yayasan Pendidikan Islam Terpadu al-Amin di Pelabuhan Ratu, sebagai Direktur Eksekutif.

Air Mata di Sekitar Kematian Sukarno

Kompas.com - 20/06/2016, 11:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Lelaki itu terbaring-terpejam. Kulit bibirnya mengelupas, parah. Ia bahkan tak lagi sanggup berkata-kata.

Seorang lelaki berkacata mata tebal, sebaya dengannya, datang menyambang. Ia Hatta. Karib lama. Pasangan Dwitunggalnya. Seketika mata Sukarno terbuka meski hanya nampak celahnya saja.

"Hatta..., kau di sini rupanya."

Mendengar ucapan lirih-perih itu, wajah Hatta pias. Anak-anak sungai di matanya mulai bermunculan.

"Ya, bagaimana kabarmu, No?" Jawabnya singkat dengan lidah tercekat.

"Hoe at het met jou: Bagaimana keadaanmu?" Suara Sukarno nyaris tak terdengar.

Pertanyaan dalam bahasa Belanda itu sontak menyeret Hatta pada nostalgia mereka semasa muda. Sejak jumpa kali pertama di Bandung yang bergelora.

Sejurus kemudian, Sukarno terisak. Bendungan airmata Hatta pun meledak. Itu adalah tangisan Sukarno yang keempat sejak ia ditahbis jadi Pemimpin Besar Revolusi.

Tangis pertamanya tumpah untuk Pancasila. Kedua, saat harus menandatangani surat hukuman mati Kartosuwiryo, sahabatnya sewaktu diasuh Cokroaminoto.

Ketiga, kala menyaksikan pusara jenderal yang ia sayangi, Achmad Yani--selepas dikembalikan ke haribaan bumi.

Sambil berderaian airmata, Hatta menggenggam tangan Sukarno yang ia cintai sehidup-semati. Dada mereka sesak. Bagai tertindih batu sebesar gunung.

Pengorbanan mereka yang sedemikian besar demi membebaskan bangsanya dari kungkungan angkara, hanya berbalas fitnah bertubi-tubi, caci maki tak terperi.

Hatta tak sanggup melihat airmata sahabatnya tumpah-ruah. Bahu mereka sama terguncang menahan sekian banyak kenangan. Ia pun berpamitan dengan segenap kemesraan.

Dua hari kemudian, Sukarno menuntaskan hidupnya yang begitu mengesankan jutaan insan. Seakan ia baru mau pulang, persis seperti dulu ia menunggu Hatta yang terkasih, sebelum membacakan Proklamasi.

Air mata cinta

Gunung Kelud pernah menandatangani kelahiran seorang manusia Indonesia pada Juni 1901. Di bulan yang sama, 92 juta rakyat Indonesia menandai kepulangannya dengan deraian airmata yang mencurah bak hujan menghapus kemarau.

Ahad yang bertitimangsa 21 Juni 1970 itu, adalah saat paling berduka bagi segenap anak bangsa Indonesia. Berita pedih itu menyebar bersama tiupan angin.

Putra Sang Fajar telah berpulang ke haribaan Allah, juga saat matahari menyingsing. Ia sungguh benar anak matahari dari timur.

Nun jauh di tepian Kota Kembang, seorang perempuan usia delapanpuluh dua, bangkit tergopoh menuju pusat Ibukota. Jasa besarnya mengantar sang suami ke pintu gerbang kemerdekaan, sanggup membelah rakyat yang berjubelan di kitaran Wisma Yaso.

Para petugas kepresidenan mengantar mantan Ibunegara ini menuju jenazah yang begitu ia rindukan sejak lama sebelum berpisah di Istana Merdeka. Sambil terisak pilu ia berkata, lirih.

"Ngkus, geuning Ngkus tehmiheulan, ku Inggit didoakeun: Ngkus... Kiranya Ngkus mendahului, Inggit doakan."

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com