Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Bertanggung Jawab Pulihkan Warga Eks Gafatar yang Alami Kekerasan

Kompas.com - 08/06/2016, 19:58 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peristiwa pengusiran ratusan warga eks Gerakan Fajar Nusantara Gafatar (Gafatar) dari Mempawah, Kalimantan Barat, pada awal Januari 2016 lalu memunculkan fakta bahwa perempuan dan anak-anak mengalami tindak kekerasan yang mengakibatkan trauma.

Menurut catatan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, setidaknya perempuan dan anak-anak yang terstigma eks Gafatar mengalami kekerasan dalam lima fase.

Kelima fase itu yakni saat sebelum pengusiran, saat pengusiran atau evakuasi paksa, saat di penampungan di Kalimantan, proses pemulangan ke Jawa, saat penampungan di daerah asal dan saat pemulangan ke daerah asal.

Koordinator Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) Nia Sjarifudin, meminta negara segera melakukan proses pemulihan hak terhadap seluruh warga eks Gafatar. Proses pemulihan bisa dilakukan dengan rehabilitasi, restitusi dan kompensasi.

"Negara harus menjamin adanya proses pemulihan hak mereka. Apalagi konstitusi menjamin pemenuhan hak masyarakat. Presiden Jokowi dalam kampanyenya pernah memberikan jaminan atas hak-hak warganya," ujar Nia saat memberikan keterangan pers di kantor LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu (8/6/2016).

(Baca: Setelah Diusir, Perempuan dan Anak Eks Gafatar Mendapat Tindak Kekerasan)

Nia mengatakan, tindak kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak-anak terjadi karena mereka mendapat tuduhan sesat tanpa ada pembuktian. Di sisi lain, mereka tidak memiliki ruang klarifikasi yang seimbang.

Persoalan juga tidak berhenti sampai situ saja. Menurut Nia, kekerasaan tersebut memberikan dampak psikologis yang sulit untuk dipulihkan. Korban kekerasan biasanya akan mengalami trauma hebat dan berdampak negatif.

Selain itu, mereka pun mengalami kerugian materiil yang cukup besar. Banyak warga mantan anggota Gafatar yang terpaksa untuk meninggalkan aset mereka di Kalimantan dan tidak bisa dibawa ke daerah asal.

Mereka yang sudah membeli tanah, rumah, mobil dan motor akhirnya harus merelakan tanpa bisa dinikmati.

(Baca: Ada 12 Wilayah yang Diklaim Bagian dari Negara Bentukan Gafatar)

"Materi juga jelas mengalami kerugian. Bagaimana dengan barang-barang yang tidak bisa mereka bawa. Tidak ada jaminan dari kepolisian barang-barang mereka aman," ungkap dia.

Ia  menegaskan negara tidak hadir saat pengusiran warga eks Gafatar terjadi. Negara bisa dituntut atas hal ini karena tidak mampu melindungi warga negaranya yang memiliki hak asasi untuk hidup layak dan memilih tempat tinggal.

Kalaupun negara hadir, kata Nia, justru memfasilitasi kekerasan yang ditujukan kepada warga mantan Gafatar.

"Negara hadir bukan untuk jamin hak konstitusi. Koruptor saja punya hak untuk menjawab. Saya menilai negara justru memfasilitasi kekerasan. Pelaku pengusiran dan pembakaran sampai sekarang tidak jelas," ucap dia.

Kompas TV Evakuasi Eks Gafatar Telah Selesai
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Nasional
Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Nasional
Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Nasional
Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Nasional
PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

Nasional
Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Nasional
Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Nasional
Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Nasional
Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Nasional
Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Nasional
Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com