JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas Perempuan mengusulkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual mengatur secara khusus tentang hukum acara pidana bagi pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan.
Dalam usulan draf yang akan diserahkan kepada DPR RI, Komnas Perempuan mengusulkan agar keterangan korban dapat dijadikan alat bukti yang sah.
"Kesaksian korban itu harus menjadi alat bukti. Jadi tinggal tambah satu alat bukti lainnya agar proses (penyidikan) bisa dilanjutkan," ujar Ketua Komnas Perempuan Azriana di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (8/6/2016).
Usulan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
(baca: Dr Boyke: Pelaku Kejahatan Seksual Lebih Baik Dihukum Mati daripada Suntik Kebiri)
Azriana mengatakan, usulan ini didasarkan pada data empiris bahwa banyak perkara kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia yang tidak berlanjut ke penyidikan atas alasan kurang bukti.
Komnas Perempuan pernah meneliti 47 perkara kekerasan seksual terhadap perempuan. Lima puluh persen dari perkara tersebut tak dilanjutkan penyidik lantaran dianggap kurang bukti.
"Lima puluh persen perkara itu diarahkan diselesaikan melalui cara mediasi. Tetap dilaporkan Polisi, tapi ujung-ujungnya diselesaikan secara mediasi karena dianggap kurang bukti," ujar dia.
"Bahkan, ada mediasi yang dibarengi dengan upaya mengawinkan paksa korban dengan pelaku," lanjut dia.
(baca: Praktik Perkawinan Anak Dinilai Jadi Salah Satu Penyebab Kekerasan Seksual pada Anak)
Fakta itu menjadi ironi. Sebab, menurut Komnas Perempuan, apa yang dilaporkan korban itu adalah benar-benar termasuk ke dalam kategori kekerasan seksual.
RUU itu merupakan inisiatif DPR RI. Komnas Perempuan ikut mengawal dengan memberikan usulan-usulan RUU.
Komnas Perempuan juga masih merampungkan usulan draf RUU itu. Namun, Azriana dan kawan-kawan telah melaporkan perkembangan penyusunan usulan draf RUU itu kepada Presiden Joko Widodo.
Presiden sudah menyampaikan komitmen bahwa pemerintah akan mendukung pembahasan RUU itu bersama DPR.